ekonomi

APA SURABAYA 2024: Penyakit, Genetik, Nursery, dan Pakan Fungsional Isu Utama, Potensi SDA Bukan Penentu

Rabu, 10 Juli 2024 | 16:53 WIB
KIRI KE KANAN: Direktur Kelautan Bappenas, Dirjen Perikanan Budidaya KKP, T.B Heru, dan Hasanuddin Atjo. (Foto: Ist).

Oleh: Dr. Hasanuddin Atjo

Asian Pacific Aquaculture, (APA) Conference - Exhibition, 2024 telah dihelat  tanggal 2 hingga 5 Juli, di Grand City Convention & Exhibition Hall Surabaya. Event Internasional ini dihadiri oleh 26 Negara dari lima benua, (Amerika, Australia, Afrika dan Asia serta Eropa).

Ini merupakan even yang ketiga kalinya bagi Indonesia, sebagai negeri yang jumlah pulaunya paling banyak, bergaris pantai terpanjang kedua, dan dilintasi garis khatulistiwa (Equator line) dan  lebih dimungkinkan untuk berbudidaya sepanjang tahun.

Acara dengan tema "Akuakultur Mendorong Ekonomi Biru" itu, dibuka secara resmi oleh Wakil Presiden  RI, K.H.Mar'uf Amin, didampingi Menteri Kelautan dan Perikanan RI Sakti Wahyu Trenggono dan President WAS (World Aquaculture Society), Chapter Krisna Salin.

Baca Juga: Paradigma Baru Peningkatan Produksi Udang Berdaya Saing Global

Udang, menjadi satu diantara komoditi yang banyak diminati dan dibicarakan oleh sejumlah peserta yang sengaja datang dari berbagai negara di Asia Pacific, terutama dari wilayah  Asia Tenggara.

Boleh jadi kehadiran sejumlah peserta terkait komoditi udang pada event ini disebabkan ingin mengetahui strategi Ekuador dan Vietnam, yang kini menjadi kiblat industri udang dunia dan menggeser Indonesia maupun Thailand.

Berdasarkan data yang diolah, produktivitas udang Ekuador pada tahun 2022 berdasarkan panjang garis pantai sebesar 536 ton per km. Mereka bisa memproduksi udang sekitar 1,2 juta ton dengan garis pantai kurang lebih 2.300 km saja.

Kemudian disusul oleh Vietnam sebesar 187 ton per km garis pamtai. Thailand sebesar 127 ton per km dan India diposisi ketiga sebesar 92 ton per km garis pantai.

Sementara itu Indonesia jauh tertinggal hanya mencapai 5 ton per km garis pantai, yang  panjangnya menghampiri 100 ribu km. Hal ini tentunya perlu didiskusikan untuk menyusun strategi solusi.

Baca Juga: Dr. Atjo Ungkap Problematik Budidaya Udang Indonesia dan Gagas Paradigma Baru

Suasana kegiatan Asian Pacific Aquaculture, (APA) Conference - Exhibition 2024 yang dilaksanakan di Surabaya pada tanggal 2 hingga 5 Juli 2024.

Karena itu sudah saatnya tidak perlu lagi terperangkap dengan paradigma bahwa Indonesia memiliki sumberdaya tambak jutaan hektar, garis pantainya terpanjang kedua dan beriklim tropis serta memiliki jumlah pulau paling banyak.

Inovasi dan teknologi, terutama untuk petambak tradisional menjadi kebutuhan mendesak.  Mengingat bahwa hampir 90 persen tambak di Indonesia adalah tradisional. Mereka juga perlu naik kelas seperti praktek di Ekuador, Vietnam dan India.

Ukuran produktivitas tidak lagi didasarkan luas areal budidaya. Tetapi pada jumlah benur yang ditabur. Dengan demikian maka akan ada struktur produktivitas yang dihasikan setiap menabur 1 juta ekor benur.

Pertama, per 1 juta benur yang ditabur produktivitas antara 0 - 5 ton udang (kategori gagal), kedua 5 - 10 ton (kurang), ketiga 10 -15 ton (sedang), keempat 15 - 20 ton (moderat), kelima 20 - 25 ton (exelent), dan keenam antara 25 - 30 ton udang (kategori super).

Halaman:

Tags

Terkini