ekonomi

Teknologi Budidaya Udang ala Ekuador, Telah Diujicobakan di Kabupaten Parigi Moutong Sulteng

Jumat, 19 Januari 2024 | 07:23 WIB
Hasanuddin Atjo (kanan) saat berada di tambak udang tradisional miliknya yang menggunakan sistem budidaya multisteps di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. (Foto: Istimewa).

METRO SULTENG - Praktisi sekaligus pelaku usaha budidaya udang asal Sulawesi Tengah, Dr. Hasanuddin Atjo menilai sudah seharusnya daerah-daerah penghasil udang didorong untuk menerapkan budidaya yang menggunakan sistem teknologi multisteps.

Sistem budidaya ini diyakini dapat meningkatkan produksi maupun daya saing udang Indonesia di tingkat dunia, yang kini semakin tertinggal dari kompetitor seperti Ekuador, India dan Vietnam.

Pengelolaan maupun pengembangan tambak udang di daerah, menurut Hasanuddin Atjo sudah saatnya mengadopsi sistem multisteps. Dengan cara seperti itu, risiko kematian dalam proses budidaya bisa diminimalkan.

Baca Juga: Menteri Kelautan Menilai Teknologi Budidaya Udang Masih Tertinggal, Penyebab Produktivitas Rendah

"Lama  budidaya sistem multisteps bisa diperpendek, sehingga jumlah siklus budidaya meningkat menjadi minimal tiga kali dari sebelumnya dua kali saja," ujar Atjo ditemui di tambak udang multisteps miliknya di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah (Sulteng), Selasa sore (16/1/2024).

Poin yang tidak kalah pentingnya bahwa cara seperti ini bisa menekan HPP (harga pokok penjualan) sebesar 12-15 persen. Selanjutnya, membangun daya saing udang Indonesia di pasar global yang saat ini kalah dari Ekuador, India dan Vietnam.

"Sebagai informasi tambahan bahwa HPP budidaya udang di Indonesia lebih mahal $ 0,7  US dari Ekuador, $ 0,5 US dari India, dan $ 0.3 US dari Vietnam. Padahal tiga negara ini mengenal budidaya udang belum cukup lama. Tingginya HPP udang di Indonesia antara lain disebabkan tingkat kegagalan budidaya dan cost logistik yang tinggi, serta mutu udang yang rendah, akibat panjangnya rantai pasok dari tambak ke pabrik prosesing," papar mantan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulteng tersebut. 

Menurut Atjo, tambak udang sistem multisteps telah berhasil diterapkan di Ekuador sejak 10 tahun lalu. Tak heran, negara Amerika Latin ini produksinya meningkat cepat dan kini menjadi juara dunia.

Produksi udang Ekuador pada tahun 2022 mencapai 1,2 juta ton/tahun. Dan membuat dunia terkejut dengan lompatan produksinya. Padahal, 10 tahun lalu produksi udang Ekuador hanya sekitar 300-an ribu ton.

Baca Juga: Produksi dan Ekspor Udang Turun, Semangat dan Daya Saing Harus Dibangun

Dan pengikut sistem budidaya udang multisteps Ekuador saat ini adalah Vietnam dan India. Indonesia baru menuju ke arah sana, namun masih terbatas dan belum menjadi kebijakan nasional.

Udang Vaname yang dibudidayakan di tambak udang milik Hasanuddin Atjo di Kabupaten Parigi Moutong, Sulteng.
"Ini menjadi poin penting terutama bagaimana memberdayakan petambak kecil berteknologi tradisional," dorongnya.

Atjo mengatakan bahwa iklim daerah kita memiliki kemiripan dengan Ekuador. Sama-sama beriklim tropis dilintasi Equator Line (Garis Khatulistiwa) yang memungkinkan budidaya bisa dilakukan sepanjang tahun.

Selain itu, Indonesia memiliki garis pantai mencapai 81.290 km, India kurang lebih 8.000 km, Vietnam 3.700 km, serta Ekuador 2.237 km.

"Ini tentunya sangat potensial bagi pengembangan budidaya udang," ujar pria yang pernah memimpin Bappeda Sulteng era Gubernur Longki Djanggola.

Halaman:

Tags

Terkini