Oleh: Dr Hasanuddin Atjo (Ketua KP3,
Komisi Penyuluhan Pertanian)
Pangan dan Energi menjadi dua komoditas strategis membangun daya saing sebuah negara. Hal ini bisa terlihat begitu “paniknya” satu pemerintahan di pusat maupun di daerah saat sedang menghadapi kelangkaan pangan dan energi yang berkepanjangan.
Kelangkaan bisa memicu naiknya angka inflasi. Pada kurun waktu yang panjang, dampaknya akan meningkatkan kemiskinan, stunting dan pengangguran, bahkan pada kondisi dan situasi tertentu bisa menyebabkan kelaparan berujung pada terganggunya stabilitas.
Baca Juga: Harga Udang Turun, HPP Naik, Sistem Budidaya Perlu Dibenahi
Peningkatan produksi dan hilirisasi komoditas nikel pada umumnya, khususnya di kabupaten Morowali dan Morowali Utara, Sulteng telah menunjukkan hasil yang signifikan dalam pemingkatan PDRB, devisa maupun penyerapan tenaga kerja, seperti yang disampaikan Presiden Jokowi pada pengukuhan APINDO, Asosiasi Pengusaha Indonesia, di Jakarta Senin sore 31 Juli 2023.
Sebelum hilirisasi nikel, devisa dari ekspor bahan mentah mencapai 2,3 miliar dolar AS atau sekitar 31 triliun rupiah tahun 2014-2015. Dan setelah hilirisasi tahun 2022, devisa mencapai 33,80 miliar dolar AS atau sebesar 510 triliun rupiah. Ini baru satu komoditas kata Jokowi. Dan diharapkan juga menular pada komoditas lainnya.
Tidak hanya itu, laju pertumbuhan ekonomi di Sulteng tadinya pada kisaran 7,0-7,5 %, setelah hilirisasi nikel meningkat menjadi 15%. Dan lebih menggembirakan penyerapan tenaga kerja menjadi 71.500 orang, yang sebelumnya hanya berkisar 1.800 orang. Disayangkan tenaga kerja banyak diisi dari luar daerah.
Meningkatnya kebutuhan tenaga kerja bagi industri tambang nikel di Kabupaten Morowali dan Morowali Utara membutuhkan suplai pangan baik dalam bentuk segar maupun hasil olahan (hilirisasi). Hanya saja kebutuhan ini, dominan disuplai oleh produksi dari luar daerah, seperti Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.
Baca Juga: PT Vale Dukung Hadirnya Rumah Produksi Pakan Ikan Ramah Lingkungan di Luwu Timur
Harus diakui bahwa peningkatan produksi dan hilirisasi pangan tidak semudah dengan tambang nikel. Kalau pangan penyediaan bahan bakunya harus berproses dengan tantangan yang lebih kompleks antara lain teknologi, sumberdaya manusia, iklim dan musim serta butuh waktu relatif lama dibanding dengan tambang, tinggal menggali dan memprosesnya.
Kesempatan emas ini seyogianya harus dimanfaatkan oleh Sulawesi Tengah agar bisa menjadi suplier utama untuk memenuhi kebutuhan pangan para tenaga kerja industri tambang nikel di Morowali maupun Morowali Utara yang akan terus meningkat. Dan sekaligus sebagai upaya menjadi penyanggah IKN dalam pemenuhan pangannya yang akan resmi berpindah pada tahun 2024.
Baca Juga: Komitmen Pada Kelestarian Lingkungan, PT IMIP Kembali Tanam 3.796 Mangrove
Kepala Daerah terpilih tahun 2024, 2029 dan seterusnya akan menjadi prime mover terhadap kemampuan mengambil peran Sulawesi Tengah sebagai suplier pangan utama bagi kebutuhan pangan pada Industri tambang Morowali dan Morowali Utara serta IKN baru di Kaltim.
Peningkatan produksi pangan dengan cara-cara baru inovatif dan modern, diikuti pengembangan hirisasinya menjadi poin yang tidak kalah pentingnya. Prinsip dua sisi mata uang menjadi filosofi yang harus dipedomani. Desain integrasi program dan pengawalan dalam implementasi menjadi kunci. ***