Oleh: Dr. Hasanuddin Atjo
Isu fiskal daerah dalam satu bulan terakhir jadi tranding topik pada sejumlah media. Pasalnya protes 18 Gubernur kepada Menkeu Purbaya atas kebijakan pemotongan TKD tahun 2026 (PMK 25/2025), telah membuka tabir bahwa hampir semua daerah negeri ini, fiskalnya bermasalah.
Ini sangat memprihatinkan, karena berdasarkan formula Hunter (1977) didapatkan Indeks Kemandirian Fiskal (IKF) 37 daerah di Indonesia dominan tidak mandiri dan hanya beberapa yang menuju mandiri. Kecuali DKI Jakarta berkategori mandiri dengan nilai IKF sekitar (0,72 poin pada tahun 2024).
IKF itu merupakan persentase PAD terhadap TKD. Diperoleh 4 kategori kemandirian yaitu
tidak mandiri (< 0 25), menuju mandiri (0,25 - 0,50), mandiri (0,50 - 0,75), sangat mandiri (> 0 75).
Baca Juga: Fiskal Daerah Terbelenggu Karena Program Asal Jadi, Alarm Keras Perlu Disikapi
Selama 27 tahun sejak otda diberlakukan, daerah terlena oleh nyamannya dana TKD. Ini, kemudian masyarakat tertentu meminta daerahnya dimekarkan menjadi daerah otonomi baru yang akhirnya semakin menambah beban pemerintah pusat. Bahkan ada kasus "induk dan anak" sama-sama bersoal dalam hal kemandirian fiskal.
Magnet untuk menjadi kepala daerah maupun wakil rakyat semakin kuat, meski dengan biaya tinggi. Selanjutnya dalam urusan kinerja daerah, Pemerintah Pusat lebih fokus menilai kinerja daerah dalam hal pengelolaan keuangan dan akutabilitas pelaksanaan visi, misi dan program dalam dokumen RPJMD.
Daerah terperangkap pada target bagaimana mencapai prestasi terbaik pengelolaan keuangan yaitu wajar tanpa pengecualian (WTP) serta akuntabilitas tatakekola agar SAKIP dan LAKIP bernilai A bahkan A plus. Ini memberi dampak positif bila proses memperoleh nilai tersebut dijalankan sesuai norma.
Menjadi rahasia umum bahwa mendapatkan nilai terbaik WTP, SAKIP dan LAKIP itu, disinyalir tidak lepas dari praktek transaksional yang semakin kental. Bahkan ada penyedia jasa yang berperan untuk tujuan tersebut. Hal yang seperti ini juga harus menjadi target yang mesti dipangkas.
Baca Juga: Kasus Udang Beku Terpapar Radiasi, Satgas Temukan Sumber Cs-137 di Kawasan Industri Cikande
Regulasi PMK no 25/2025 dan ketegasan Menkeu Purbaya mendorong agar daerah bisa fokus perbaiki kemandirian fiskalnya pelu diapresiasi serta didukung. Tidak boleh lagi terlena oleh TKD yang menghambat kreatifitas. Diperkirakan pemangkasan TKD itu akan berlangsung hingga beberapa tahun kedepan.
Beban utang negara hampir Rp 9.000 triliun. Dan mesti diangsur mulai 2026 sebesar Rp 1.300 triliun. Ini tentunya menjadi tugas bersama sama. Kesadaran, kepedulian dan komitmen serta kreatifitas semua komponen diperlukan. Bonus demografi 2030 harus dimanfaatkan, serta target Indonesia Emas tahun 2045 mampu direalisasikan. (*)