Tiga Poros Ekonomi Sila Kelima

photo author
- Rabu, 23 Juli 2025 | 09:25 WIB
Sekretaris Wilayah DPW Partai Gema Bangsa Provinsi Sulteng, Andika. (Foto: IST).
Sekretaris Wilayah DPW Partai Gema Bangsa Provinsi Sulteng, Andika. (Foto: IST).

Oleh: Andika
(
Sekretaris Wilayah DPW Partai Gema Bangsa)

Pemerintahan Prabowo Subianto tengah meletakkan fondasi penting untuk membangun ekonomi nasional berdasarkan Sila Kelima Pancasila: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Namun, langkah besar ini belum dipahami secara luas, bahkan oleh jajaran pembantunya sendiri. Banyak menteri dan komunikator publik masih berpikir dan berbicara dalam kerangka neoliberal lama, padahal Presiden telah jauh melangkah ke arah yang berbeda.

Jika kita cermati, gagasan fundamental ekonomi Prabowo sebenarnya sedang bergerak membangun tiga poros utama yang bisa menjadi tulang punggung keadilan ekonomi nasional:

Pertama, UMKM sebagai Poros Ekonomi Kerakyatan

UMKM sejauh ini menyumbang sekitar 61% PDB nasional dan menyerap lebih dari 97% total tenaga kerja (data Kementerian Koperasi dan UKM RI). Namun, mereka terlalu lama dibiarkan hidup di pinggir, tanpa pembiayaan memadai, tanpa ekosistem produksi dan distribusi yang kuat. Prabowo memahami hal ini dan mulai membalik logika: dari menunggu UMKM naik kelas, menjadi mendorong negara untuk turun tangan secara aktif membesarkan mereka melalui intervensi strategis.

Lebih dari itu, di banyak desa, pelaku UMKM mikro masih terjerat oleh praktik rentenir, pinjaman harian berbunga tinggi, bahkan dalam bentuk fintech lending ilegal. Karena itu, transformasi ekonomi rakyat harus dimulai dari bawah dengan memberikan akses keuangan super mikro, melalui sistem koperasi keuangan rakyat yang terpercaya dan terjangkau. Negara harus hadir di titik paling rentan ini: memberikan permodalan lunak, pendampingan, dan proteksi hukum kepada usaha kecil di desa dan kota.

Kedua, Koperasi sebagai Poros Demokratisasi Ekonomi

Koperasi bukan hanya alat ekonomi, tetapi wadah pendidikan kewargaan dan partisipasi. Sayangnya, koperasi selama ini direduksi menjadi urusan teknis, bukan strategi utama. Sekarang, Presiden Prabowo membawa kembali semangat aslinya: koperasi sebagai cara untuk memandirikan rakyat melalui kepemilikan bersama atas alat produksi dan sistem keuangan. Ini bukan romantisme, melainkan jalan struktural agar rakyat tidak terus jadi objek pasar bebas atau korban sistem kredit predatoris.

Ketiga, Danantara sebagai Poros Investasi Nasional

Danantara adalah inisiatif besar yang belum banyak disadari publik. Ini adalah konsolidasi kapital negara, himpunan kekuatan BUMN, yang akan dipakai untuk investasi strategis jangka panjang. Di sinilah negara hadir sebagai investor utama di sektor-sektor vital, bukan hanya sebagai regulator. Ini cara Prabowo membangun kedaulatan ekonomi yang konkret, dengan menciptakan pusat-pusat pertumbuhan baru dan memperbesar kapasitas produksi nasional.

Tiga poros ini adalah bentuk artikulasinya ekonomi Pancasila di era modern. Sayangnya, belum ada narasi terpadu yang menjelaskan kepada rakyat bahwa inilah arah baru Indonesia. Para menteri masih bicara dalam bahasa insentif, daya saing, dan efisiensi ala neoliberal, bukan dalam kerangka keadilan struktural dan kedaulatan ekonomi bangsa.

Prabowo sedang menggagas sesuatu yang besar. Tetapi jika eksekusinya tetap dilakukan oleh mereka yang pikirannya masih tertawan oleh logika pasar bebas, maka rakyat tidak akan merasakan manfaatnya. Lebih dari itu, proyek besar ini bisa disalahpahami atau bahkan dilumpuhkan dari dalam.

Keadilan sosial bukan jargon. Ia membutuhkan desain yang jelas, institusi yang kuat, dan kepemimpinan yang berani menabrak paradigma lama. Dalam konteks itu, tiga poros ekonomi Sila Kelima harus dijadikan arah utama kebijakan nasional, dan dijelaskan terus menerus kepada rakyat. (*)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Icam Djuhri

Tags

Rekomendasi

Terkini

X