EKONESIA Minta Wilayah Pertambangan Rakyat Sulteng Harus Berkeadilan dan Beri Manfaat

photo author
- Minggu, 3 Juli 2022 | 17:17 WIB
Workshop yang diselenggarakan oleh Yayasan KOMIU di Hotel Wisata, Palu
Workshop yang diselenggarakan oleh Yayasan KOMIU di Hotel Wisata, Palu

METROSULTENG, Palu - Yayasan Ekologi Nusantara Lestari (EKONESIA) menyarankan agar usulan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) yang diajukan pemerintah provinsi Sulawesi Tengah ke pemerintah pusat mengutamakan asas manfaat dan asas keadilan.

Hal itu dikemukakan oleh Manajer Advokasi EKONESIA Taslim Pakaya pada Workshop yang diselenggarakan oleh Yayasan KOMIU di Hotel Wisata, Palu, Sabti (2/7/2022). Workshop itu bertema "Implikasi Undang-Undang Cipta Kerja Terhadap Izin Pertambangan Di Wilayah Yang Dikelola Oleh Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal".

Baca Juga: Momentum Hari Bhayangkara ke-76, Polres Banggai Gelar Doa Bersama Lintas Agama

"Usulan Wilayah Pertambangan Rakyat sebagai inisiatif Pemda Provinsi mesti diapresiasi, namun juga nantinya perlu ada regulasi di tingkat pusat maupun daerah untuk memastikan WPR memberikan asas kemanfaatan dan keadilan bagi rakyat di daerah ini," ujar Taslim.

Pihak Dinas Pertambangan Energi Dan Sumber Daya Mineral Provinsi Sulawesi Tengah yang diwakili oleh Muhammad Neng, menyatakan bahwa sebenarnya kewenangan pemerintah di level Provinsi terkait pertambangan hampir tidak ada lagi, sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Namun telah terbit Peraturan Presiden (PERPRES) No. 55 Tahun 2022 Tentang Pendelagasian Kewenangan Dalam Pengelolaan Pertambangan Mineral Dan Batubara.

Baca Juga: Air Terjun Matako di Tojo Una Una, Pesona Alam Tersembunyi yang belum Terjamah

Peneliti EKONESIA Azmi Sirajuddin menyarankan kepada pemerintah daerah yang wilayahnya masuk dalam areal Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) agar lebih berhati-hati dalam mengalokasikan lahan untuk skema WPR.

"Harus ada pemetaan yang transparan dan akuntabel dalam identifikasi lahan untuk skema WPR, agar tak ada lagi lahan pertanian warga yang masuk dalam areal pertambangan seperti kasus Trio Kencana di Parigi Moutong," paparnya.

Baca Juga: Grebek Rumah IRT di Tolbar, Polisi Temukan Cap Tikus

Menurutnya lagi, Wilayah Pertambangan Rakyat itu jangan dimaknai sebagai euforia di tengah dominasi investasi pertambangan di daerah. Asas kemanfaatan dan keadilan bagi rakyat di lingkaran areal pertambangan mesti menjadi prioritas.

Sebagaimana amanat Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengeloaan Lingkungan Hidup. Salah satu asas utama dari aktivitas manusia ialah kemanfaatan sosial ekonomi dan hak atas lingkungan hidup yang sehat dan baik.

Baca Juga: Intip Keindahan Danau Matano, Dihuni Berbagai Spesies Fauna Endemik

Berdasarkan hasil kajian EKONESIA, sesungguhnya masih ada celah kecil yang dapat memberi kepastian tentang asas manfaat dan keadilan bagi rakyat di lingkar areal pertambangan. Hal itu dapat dilihat di Peraturan Pemerintah No. 96 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara.

"Ada peluang kecil dalam PP 96 Tahun 2021 di mana rakyat dapat memberi masukan kepada kegiatan usaha pertambangan yang ada di sekitar mereka, tentunya masukan yang dapat memastikan jaminan keselamatan, mata pencaharian, kepastian lahan dan asas manfaat lainnya yang menjadi hak rakyat berdasarkan Pasal 33 UUD 1945," kata Azmi.

"Nantinya, pemerintah Kabupaten Buol, Tolitoli dan Parigi Moutong sebagai daerah yang telah diusulkan sebagai lokasi WPR, akan terkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah maupun Kementrian ESDM terkait penetapan titik-titik WPR di ketiga kabupaten tersebut," pungkasnya.***

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Subandi Arya

Tags

Rekomendasi

Terkini

X