METRO SULTENG-Sumber penghidupan masyarakat Desa Unsongi, Kecamatan Bungku Timur, Kabupaten Morowali, Sulteng sangat tergantung dari pertanian dan sumber daya laut.
Kehidupan sehari-hari masyarakat di Bumi Tepeasa Maroso ini tak pernah lepas dari bertani dan menjadi nelayan, sejak dahulu hingga sekarang.
Hampir 99 persen masyarakat di Desa Unsongi bekerja sebagai petani dan nelayan, untuk memenuhi kehidupan dan untuk biaya sekolah anak-anaknya.
Baca Juga: Pemekaran Sultim, Tim Ahli DPR RI Temui Gubernur Sulteng, Ini Opsi Yang Ditawarkan Cudy
Baca Juga: HP Untuk Gamer, Ini Rekom Yang Terbaik Tahun 2022, Cocok Untuk Genshin 3.0, Harga Cuma 5 Jutaan
Baca Juga: Kenaikan Harga BBM September 2022 Menunggu Instruksi Presiden
Dengan memanfaatkan lahan pertanian dan sumber daya laut, masyarakat di desa ini mampu menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang pendidikan hingga ke perguruan tinggi.
Mayoritas masyarakat di desa ini memiliki komoditas tanaman berupa pala, cengkeh, kelapa, sagu, jambu mente dan buah-buahan.
Tak hanya memiliki komoditas tanaman pertanian, di desa ini juga ketahui memiliki pesan-pesan leluhur yang bersejarah bagi masyarakat Resa Unsongi. Seperti Fatu bula, fatu masigi, fatu panamba, fatu lumele, tile banggai, mata baho pansura.
Selain itu, desa yang struktur letak geografisnya diapit oleh pegunungan dan lautan ini, kaya akan sumber mata air yang mengalir dari hutan ke pemukiman masyarakat yang sala satunya adalah air sungai Baho Laasoni, dimana mata air ini digunakan oleh masyarakat untuk menunjang kehidupan sehari-hari.
Namun setelah hadirnya perusahaan pertambangan batu gamping PT Bumi Nusantara Mineral yang kantornya berlokasi di Desa Lahuafu dan PT Resky Utama Jaya (RUJ) di Desa Nambo, dimana dua perusahaan ini mengapit Desa Unsongi, yang kehadirannya bagaikan mimpi buruk masyarkat.
Baca Juga: Eks Kapolres Bandara Soetta Kombes Edwin Hatorangan Dipecat
Baca Juga: Kecelakaan Maut di Bekasi Depan Sekolah, 11 Tewas Kebanyakan Anak SD, Polisi Amankan Sopir
Baca Juga: Fair Sulsel 2022 Serap 23.425 Pelamar di 69 Perusahaan
Pasalnya, kedua perusahaan pertambangan ini ditengarai merampas ruang hidup masyarakat, rusaknya alam, dan pesan-pesan leluhur yang merupakan bentuk ancaman nyata terhadap keberlansungan hidup anak cucu mereka nantinya, baik bagi sektor petani, nelayan, maupun budaya.