METRO SULTENG- Aktivis sosial sekaligus pengamat kebijakan publik Banggai Kepulauan (Bangkep), Irfan Kahar, mendesak Pemerintah Daerah (Pemda) Bangkep untuk bersikap adil dan transparan dalam menangani kasus keracunan massal Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menimpa puluhan siswa.
Ia menilai langkah Pemda terkesan tidak konsisten karena hanya menjatuhkan sanksi kepada petugas dapur, sementara pihak vendor penyedia bahan makanan dan pengawas teknis justru luput dari pertanggungjawaban hukum maupun administratif.
“Kalau bicara tanggung jawab, jangan hanya berhenti pada level paling bawah. Petugas dapur itu hanya pelaksana, bukan penentu standar mutu bahan atau proses distribusi. Yang harus disorot adalah sistem dan pihak yang mengendalikannya, termasuk vendor,” tegas Irfan Kahar dalam rilisnya yang diterima media, Jumat (03/10/25).
Data dari Dinas Kesehatan Bangkep mencatat, sebanyak 43 siswa mengalami gejala keracunan setelah mengonsumsi makanan MBG. Beberapa di antaranya bahkan harus mendapat perawatan intensif di puskesmas.
Investigasi awal menemukan indikasi kontaminasi bakteri pada bahan makanan. Namun hingga kini, hasil laboratorium resmi belum dipublikasikan secara terbuka.
Ironisnya, sampai saat ini sanksi formal hanya dijatuhkan kepada petugas dapur, sementara pihak vendor dan pengawas mutu belum tersentuh hukum maupun sanksi administratif.
Baca Juga: IKMBM Desak Pemda Bangkep Usut Tuntas Kasus Keracunan Makan Bergizi Gratis
Menurut Irfan, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen secara jelas mengatur bahwa penyedia barang atau jasa, dalam hal ini vendor, bertanggung jawab mutlak (strict liability) terhadap produk yang dikonsumsi publik.
“Kalau vendor lalai, mereka wajib disanksi secara administratif, bahkan bisa diproses pidana karena sudah menimbulkan gangguan kesehatan. Pemda juga punya kewajiban melakukan pengawasan penuh atas kontrak pengadaan,” ujarnya.
Lebih jauh, Irfan mendesak Pemda membuka dokumen kontrak pengadaan makanan MBG secara transparan dan melakukan audit menyeluruh. Ia menilai lemahnya pengawasan sering membuka celah praktik korupsi yang pada akhirnya merugikan siswa.
“Kami minta inspektorat dan kejaksaan segera turun tangan. Jangan sampai vendor dibiarkan bebas hanya karena punya koneksi ke elite. Anak-anak bukan kelinci percobaan. Ini soal nyawa dan masa depan generasi Bangkep,” tambahnya.
Kasus keracunan MBG, kata Irfan, bukan hanya persoalan kelalaian teknis, melainkan cermin buruknya sistem pengadaan publik yang minim akuntabilitas.
“Kalau hanya petugas dapur yang dijadikan kambing hitam, yang rusak bukan cuma tubuh siswa, tapi juga nilai keadilan dan kepercayaan publik pada pemerintah,” pungkasnya.***