METRO SULTENG - Ekonom Faisal Basri mengungkapkan kebanyakan tenaga kerja asing (TKA) asal China yang bekerja di smelter nikel di Indonesia terutama di Morowali (Sulteng) dan Sulawesi Tenggara, menggunakan visa kunjungan bukan visa kerja. Dan TKA mendapat gaji lebih besar bisa capai Rp54 juta/bulan dibandingkan pekerja lokal.
"Salah satu perusahaan smelter China membayar gaji antara Rp17 juta hingga Rp54 juta. Sedangkan rata-rata pekerja Indonesia hanya digaji jauh lebih rendah atau di kisaran upah minimum," kata Faisal Basri dalam video dialog yang viral di Youtube, belum lama ini.
Baca Juga: Gelar Upacara Hari Parmuka ke 62, Wakil Bupati Tojo Una Una Ilham Pesan Pramuka Harus Membantu Warga
Menurutnya, para TKA tersebut tak semuanya tenaga ahli. Beberapa di antaranya bekerja sebagai juru masak, satpam, tenaga statistik, dan sopir. Akibat menggunakan visa kunjungan, muncul kerugian negara dalam bentuk iuran tenaga kerja sebesar US$100 per pekerja setiap bulan.
Baca Juga: Atasi Stunting, Pemprov Sulteng Salurkan 607 Paket Makanan Bergizi
"Dengan memegang status visa kunjungan, jadi pekerja-pekerja China tidak membayar pajak penghasilan," katanya.
Sebab itu, ia menilai kebijakan hilirisasi nikel hanya menguntungkan industri-industri di China saja. ***