METRO SULTENG-Gelombang aksi demonstrasi aliansi mahasiswa dan masyarakat sipil yang terjadi akhir-akhir ini salah satu poin tuntutan adalah menolak kenaikan gaji anggota DPR RI. Hal itu memaksa Presiden Prabowo Subianto mencabut beberapa kebijakan terkait fasilitas wakil rakyat termasuk kenaikan tunjangan.
“Pimpinan DPR menyampaikan akan dilakukan pencabutan beberapa kebijakan DPR RI, termasuk besaran tunjangan anggota DPR dan moratorium kunjungan kerja ke luar negeri,” kata Prabowo.
Lantas berapa sebenarnya gaji dan tunjangan anggota DPR RI
Baca Juga: Soal 4 Warga Tewas Demo di Makassar, Prabowo Singgung Ada Mafia-Mafia
Gaji pokok anggota DPR mengacu PP Nomor 75 Tahun 2000, Ketua DPR mendapat Rp 5.040.000, Wakil Ketua Rp 4.620.000, dan anggota Rp 4.200.000.
Namun, yang membuat jumlah besar adalah sederet tunjangan tambahan. Setiap anggota DPR menerima berbagai fasilitas, mulai dari tunjangan istri/suami, anak, beras, uang sidang, asisten anggota, hingga tunjangan komunikasi hingga uang pensiun.
Misalnya, tunjangan istri 10 persen dari gaji pokok (Rp 420 ribu untuk anggota biasa), serta tunjangan dua anak sebesar 2 persen dari gaji pokok (Rp 168 ribu).
Ada pula tunjangan jabatan: anggota Rp 9,7 juta, wakil ketua Rp 15,6 juta, dan ketua Rp 18,9 juta per bulan. Selain itu, ada tunjangan kehormatan Rp 5,58 juta hingga Rp 6,69 juta, serta tunjangan komunikasi mulai Rp 15,5 juta.
Tidak cuma itu, anggota DPR juga mendapat bantuan listrik dan telepon Rp 7,7 juta, serta biaya perjalanan harian. Besarannya Rp 5 juta per hari untuk daerah tingkat I, dan Rp 4 juta per hari untuk daerah tingkat II.
Selain uang tunai, wakil rakyat mendapat rumah jabatan dengan biaya pemeliharaan Rp 3 juta per tahun di Kalibata dan Rp 5 juta di Ulujami.
Setelah pensiun, mereka tetap menerima tunjangan beras Rp 30.900 per bulan serta uang pensiun sebesar 60 persen dari gaji pokok.
Ketua DPR akan menerima pensiun Rp 3,02 juta, Wakil Ketua Rp 2,77 juta, dan anggota Rp 2,52 juta setiap bulan.
Kebijakan inilah yang kini jadi sorotan masyarakat. Tidak sedikit yang menilai fasilitas DPR terlalu mewah di tengah kondisi ekonomi rakyat yang makin berat.***