politik

Mahkamah Konstitusi, Antara Ada dan Tiada

Senin, 8 April 2024 | 19:54 WIB
Abdissalam Mazhar Ahmad Madoh. (Foto: Dok).

Oleh: Abdissalam Mazhar Ahmad Badoh
(Wakil Ketua Alumni Alkhairaat Pusat)

Ungkapan ini datang dari kalangan awam dalam sikap dan pikir kami tentang sebuah institusi besar bangsa ini yaitu Mahkamah Konstitusi (MK) .

Bocornya pertahanan lembaga ini pada beberapa bulan lalu dalam penetapan ambang batas usia Calon Presiden dan Wakil Presiden, membuat khalayak awam melongo, tak bisa protes apalagi menuding tentang apa yang diputuskan MK, dan apa yang dilanggar MK.

Arus bawah yang paling banyak menyumbangkan suara ini terobok-obok bagai gelindingan bola yang  di tendang kesana kemari. Dalam posisi membingungkan ini, rakyat tak bisa berpikir jernih terhadap masa depan bangsa yang terus menerus bergerak.

Para ahli hukum menyatakan ini pelanggaran berat dalam perjalanan konstitusi Indonesia, dengan demonya berbagai kalangan insan akademika Indonesia. Sementara di pihak lain yang punya kompetensi langsung dengan Pemilu, sebut saja KPU dan Bawaslu, menganggap tidak terjadi apa-apa.

Baca Juga: Kasus Pemalsuan Akta Notaris Yayasan Alkhairaat Dihentikan Penyelidikannya

Setelah selesai Pemilu sebagai hajatan konstitusi bangsa dilaksanakan, muncul lagi gugatan terhadap hasil Pemilihan Umum itu khususnya pemilihan Presiden dan wakilnya. Latar belakangnya juga sama. Gugatan terhadap adanya pelanggaran konstitusi batas usia Capres dan Cawapres sampai dengan kecurangan yang sistemik.

Dalam kenormalan cara berfikir, mengapa Pemilu dilaksanakan sementara kasus pelanggaran menuju ke Pemilu belum tuntas dengan Kebenarannya? Kalau Keputusan MK tidak melanggar, kenapa eks Ketua MK-nya Anwar Usman diberikan sanksi berat hingga tak bisa bersidang saat ini?

Korelasi yang mengemuka ini mengapa tidak langsung diambil langkah pinalti oleh KPU dan Bawaslu? Karena dasar hukumnya sudah ada dan jelas.

Yang semakin membingungkan lagi adanya gugatan dari para pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terhadap kecurangan pemilihan Capres dan Cawapres yang terjadi.

Kalau dari pertama para pasangan ini menolak mengikuti Pemilu sebelum kisruh batas usia memiliki keputusan tetap yang terkaji dari normalisasi hukum yang kuat, tanpa bantahan pihak sana sini? Pasti Pemilu akan ditunda, karena para kontestan dari partai-partai yang berkuasa menolak dengan syarat tersebut.

Baca Juga: Polda Sulteng Tangkap Penipuan Casis Bintara Polri, Kerugian Rp 757 Juta

Dimana kecerdasan para anak bangsa yang ada di dalam partai, institusi hukum dan Pemerintahan serta LSM? Kalau tersandera dikarenakan intimidasi, kan hanya sekian orang. Sementara rakyat Indonesia banyak.

Masa hanya karena politik semua norma bisa dilanggar? Kemana harga diri bangsa ini? NKRI milik rakyat bukan golongan. Kasihan jasa para pahlawan yang dengan darah dan jiwa mereka persembahkan untuk kemerdekaan bangsa ini.

Berpolitik itu bagi kami adalah beradu strategi dan integritas juang untuk kemaslahatan rakyat dengan norma ketuhanan sebagai prinsip dasar juang anak bangsa. Tanpa norma keagamaan, bangsa ini akan rusak dan Indonesia tidak cocok dengan liberalisme politik, karena dasar juang kita Pancasila.

Halaman:

Terkini

Ramai Soal KUHAP Baru, Ketua Komisi III DPR Buka Suara

Selasa, 18 November 2025 | 17:46 WIB

Anak Muda: Melek Politik dan Melek Berpartai

Senin, 17 November 2025 | 09:26 WIB