METRO SULTENG - Jagat maya Sulawesi Tengah (Sulteng) heboh pada Selasa siang (6/8/2024). Hal itu dipicu beredarnya salah satu tangkapan layar percakapan di aplikasi WhatsApp.
Percakapan itu diduga melibatkan anggota DPR RI dapil Sulteng, H Muhidin Said. Pokok bahasan di percakapan WhatsApp membahas kontribusi Ahmad Ali, yang juga anggota DPR RI dari dapil Sulteng, dalam membangun jalan di Sulteng.
Awal mula munculnya percakapan tersebut karena menanggapi testimoni mantan Kadis Bina Marga Provinsi Sulteng, Syaifullah Djafar.
Baca Juga: DPD RI Dukung Sikap Tegas Kapolri Perangi Mafia Tanah di Indonesia
Menanggapi hebohnya tangkapan layar percakapan WA tersebut, Fahri Timur coba menengahi. Tokoh kenamaan pemuda Sulteng ini menyayangkan viralnya percakapan yang bersifat pribadi tersebut.
"Saya bukan mengklarifikasi. Hanya coba meluruskan saja. Supaya tidak terjadi polemik di masyarakat," kata Fahri saat berbincang dengan media ini, Selasa siang (6/8/2024).
Terjadi beda persepsi terhadap testimoni yang disampaikan mantan Kadis Bina Marga dan Penataan Ruang Sulteng, Syaifulah Djafar, terhadap Ahmad Ali.
"Yang dimaksud Syaifullah Djafar di sini adalah jalan provinsi di Sulteng yang dibiayai DAK (dana alokasi khusus). Selama menjabat kepala dinas di era Gubernur Longki Djanggola selama dua periode, Syaifullah akui banyak DAK dipakai membangun jalan provinsi. Dan peran Ahmad Ali memperjuangkan DAK tersebut cukup signifikan," kata Eyi - sapaan akrab Fahri Timur.
DAK yang mengucur ke Sulteng diperjuangkan Ahmad Ali melalui perannya di Fraksi NasDem DPR RI. Itulah yang disampaikan Syaifullah dalam testimoninya terhadap Ahmad Ali.
"Syaifullah Djafar adalah saksi. Sedikit banyak dia tahu, sehingga ada testimoni seperti itu untuk menjawab tudingan-tudingan kepada Ahmad Ali belakangan ini," ungkap Eyi.
Sedangkan sanggahan Muhidin Said juga tidak keliru. Yang dilakukan anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI itu adalah memperjuangkan anggaran untuk membiayai jalan nasional di Sulteng. Dan pembahasannya dilakukan melalui komisi kemudian dibawa ke Banggar.
"Pak Muhidin pernah di Komisi V (Infrastruktur) DPR RI dan juga Banggar. Pasti tahu banyak juga. Cuma konteksnya berbeda kali ini. Yang dimaksud Syaifullah adalah jalan provinsi yang dibiayai DAK. Sementara yang Pak Muhidin sampaikan jalan nasional. Tapi sama-sama dibiayai pusat," urai Eyi yang juga berprofesi advokat.
Prinsip kerja kedewanan sebenarnya kolektif kolegial. Tapi tetap ada peran-peran individu anggota di dalamnya.
Pria asal Palu yang berkarir di Jakarta ini meminta semua pihak, termasuk rekan-rekan media, untuk tidak lagi "menggoreng" hal ini. Apalagi sampai dimanfaatkan untuk kepentingan politik Pilkada. Karena ini murni miskomunikasi saja.