Ulama Tafsir kontemporer Profesor Quraish Shihab dalam kitab Tafsir Al Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an (2017), menyatakan dosa dan pelanggaran yang dibuat manusia mengakibatkan sistem balancing kehidupan jadi tak terkontrol.
Semakin marak kerusakan ekosistem laut dan darat, akan semakin besar pula dampak negatifnya bagi keberlangsungan hidup manusia. Bukankah Allah menciptakan semua makhluk saling terkait. Dalam keterkaitan itu lahir keserasian dan keseimbangan.
Sementara itu, terkait tafsir Surat al-Rum ayat 41, Quraish Shihab menyatakan pelbagai bencana alam yang terjadi di muka bumi, tak bisa lepas dari kelakuan manusia yang merusak lingkungan. Ia berkata “Telah tampak kerusakan di darat ,seperti; kekeringan dan paceklik. Begitu juga di laut—terjadi kerusakan ekologi—seperti kekurangan hasil laut dan tenggelam, ikan dan terumbu karang yang rusak. Kerusakan ini diakibatkan oleh tangan manusia yang durhaka.”
Kerusakan lingkungan ini membuat Allah menurunkan bencana sebagai akibat perbuatan dosa dan pelanggaran umat manusia lakukan. Hal itu agar manusia kembali ke jalan Allah.
Alam semesta dibangun dengan harmonitas dan kausalitas, jika terjadi kerusakan dan pencemaran lingkungan, maka akan terjadi disharmonisasi alam semesta. Ibnu Asyur dalam kitab tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir menjelaskan alam semesta disusun berdasarkan hukum alam, yang disebut dengan kausalitas (sebab-akibat).
Hukum alam ini erat kaitannya antara satu dengan yang lain. Jika salah satu tak berfungsi, maka yang lain akan terkena imbasnya. Misalnya, hutan yang lebat, akar berfungsi menahan air agar tak terjadi banjir, bila dirusak dengan menggunduli hutan, yang terjadi adalah banjir bandang.
Ketika kestabilan alam terganggu, maka alam akan murka dan melahirkan krisis besar dalam kehidupan manusia. Akibatnya terjadi bencana alam, seperti banjir, air bah, gempa bumi, dan longsor.
Sialnya, kerusakan alam dan bencana alam bukan saja menimpa para pelaku, tetapi semua orang bisa terkena dampak dari kerusakan alam tersebut.
Hadirin sidang Jumat yang mulia
Bukti lain, bencana di Indonesia bukan karena adzab Allah ialah umat Muhammad merupakan umat terkasih. Dalam surat al-Anfal ayat 33, Allah menjelaskan bahwa Allah tak akan menurunkan adzab, sebab di tengah umat masih ada yang beristigfar dan meminta ampun pada Allah.
Artinya, di tengah ratusan juta masyarakat Indonesia dan milian di dunia, masih banyak yang taat dan meminta ampunan Allah di pagi dan malam hari.
وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنتَ فِيهِمْ ۚ وَمَا كَانَ ٱللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
Artinya; “Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun.” (QS: Al-Anfal ayat 33)
Pendek kata, bencana alam yang menimpa Indonesia, bahkan global disebabkan dua hal, yakni bencana alam terjadi akibat kejadian alam (natural disaster). Kedua, bencana alam ulah tingkah dan laku manusia (man-made disaster). Yang tega hati mengekploitasi sumber daya alam dengan congak dan rakus. Pun disebabkan kerusakan lingkungan ulah manusia. Tidak merupakan adzab dari Allah.
بارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ الله العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم