pendidikan

Hukum Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, Berikut Pandangan Ulama 4 Mazhab

Kamis, 28 Agustus 2025 | 08:42 WIB
Cahaya Nabi

METRO SULTENG-Bulan Rabiul Awal 1447 Hijriyah bertepatan dengan Agustus-September 2025. Dan 12 Rabiul Awal 1447 H sebagai tanggal lahirnya Nabi Muhammad SAW, jatuh pada jatuh pada 5 September 2025.

Rabiul Awwal atau yang sering disebut Maulud (dilahirkan) atau bulan Maulid (waktu kelahiran). Sebab pada bulan ini manusia paling mulia Nabi Muhammad dilahirkan, tepatnya pada tanggal 12 Rabiul Awwal tahun 570 M di Makkah.

Baca Juga: Khutbah Jumat Maulid Nabi Muhammad SAW : Apakah Boleh Merayakan dan Bergembira Berada di Bulan Kelahiran Nabi

Kaum Muslim sepakat bahwa mencintai Rasulullah dan bershalawat untuknya adalah ajaran penting dalam Islam. Tetapi ada juga yang berpendapat, membaca shalawat hanya boleh dalam formula tertentu yang diajarkan Nabi. Sebaliknya, yang lain justru menciptakan seni bershalawat, dari puisi dan prosa hingga tabuhan musik dan alunan suara.

Selain itu, peringatan maulid kadang berbaur dengan budaya yang diduga kuat berasal dari tradisi lokal pra-Islam. Misalnya, Muludhen di Madura, Bungo Lado di Minang, Kirab Ampyang di Kudus, Gunungan di Jombang, dan sebagian masyarakat lain menggunakan tradisi Grebeg Maulud.

Tradisi-tradisi itu memiliki kesamaan, yaitu sebagai ungkapan rasa syukur atas kelahiran manusia istimewa Nabi Muhammad Saw. Lalu, bagaimanakah hukum memperingati hari lahir Nabi Muhammad Saw?

Melansir NU Online, para ulama berbeda pendapat tentang hukum permasalahan ini. Pertama, mayoritas ulama dari mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali menegaskan bahwa peringatan maulid diperbolehkan, bahkan disunnahkan.

Berikut ini kutipan pendapat para ulama tersebut. Syekh Ahmad Ibnu Abidin berkata:

اِعْلَمْ أَنَّ مِنَ الْبِدَعِ الْمَحْمُوْدَةِ عَمَلَ الْمَوْلِدِ الشَّرِيْفِ مِنَ الشَّهْرِ الَّذِي وُلِدَ فِيْهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ

Artinya, “Ketahuilah bahwa di antara bid’ah-bid’ah yang terpuji adalah melaksanakan maulid Nabi yang mulia pada bulan dilahirkannya Nabi Muhammad shallallahu a’laihi wa’alihi wasallam” (Ahmad Ibnu Abidin, Natsrud Durar Ala Maulidi Ibni Hajar, juz 3, h. 391). Syekh Ibnul Haj dari mazhab Maliki menyatakan:

Baca Juga: Program PPSP Penataan Sanitasi Didesak Diimplementasikan Perlu Perluasan TPA di Banggai

فَكَانَ يَجِبُ أَنْ نَزْدَادَ يَوْمَ الْاِثْنَيْنِ الثَّانِي عَشَرَ فِي رَبِيْعِ الْأَوَّلِ مِنَ الْعِبَادَاتِ وَالْخَيْرِ؛ شُكْراً لِلْمَوْلَى عَلَى مَا أَوْلَانَا مِنْ هَذِهِ النِّعَمِ الْعَظِيْمَةِ، وَأَعْظَمُهَا مِيْلَادُ الْمُصْطَفَى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

Artinya, "Maka wajib bagi kita pada hari Senin tanggal dua belas Rabiul Awwal menambah ibadah dan kebaikan, sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah atas apa yang dianugerahkan kepada kita berupa nikmat-nikmat besar ini, terutama nikmat kelahiran Nabi Muhammad shallallahu a’laihi wa’alihi wasahbihi wasallam". (Ibnul Haj Al-Maliki, Al-Madkhal, juz 1, h. 361).

Imam Jalaluddin Assuyuthi dari mazhab Syafi’i menyebutkan:

هُوَ مِنَ الْبِدَعِ الْحَسَنَةِ الَّتِيْ يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا؛ لِمَا فِيْهِ مِنْ تَعْظِيْمِ قَدْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ، وَإِظْهَارِ الْفَرَحِ وَالْاِسْتِبْشَارِ بِمَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ

Artinya, “Ia (peringatan maulid Nabi) merupakan bid’ah hasanah yang pelakunya memperoleh pahala, sebab hal itu sebagai bentuk mengagungkan kemulian Nabi Muhammad shallallahu a’laihi wa’alihi wasahbihi wasallam, dan mengungkapkan rasa bahagia akan kelahiran Nabi mulia”. (Jalaluddin Assuyuthi, Al-Hawi Lilfatawa, juz 1, h. 292). Syekh Zaini Dahlan juga menyebutkan:

Halaman:

Tags

Terkini