Oleh :Prof. Dr. Ali Mochtar Ngabalin, S. Ag., M.Si
"Siapa yang mengajarkan satu huruf sekalipun kepada saya, maka jadilah saya budak baginya" Ali Bin Abi Thalib
METRO SULTENG-Dalam tradisi keilmuan Bugis-Makassar, gelar Anregurutta bukan sekadar sebutan kehormatan. Kata ini merupakan kristalisasi dari filosofi mappesona ri dewata (yang dimuliakan oleh Tuhan) yang terpancar melalui kedalaman ilmu dan ketinggian akhlak seseorang.
Anre berarti "yang dimuliakan" dan gurutta atau "guru kita", dua kata yang menyatu dalam konsep tau toa (orang bijak) yang menjadi rujukan spiritual komunitas.
Tradisi Bugis-Makassar memandang guru bukan hanya sebagai pengajar, melainkan sebagai puang (pemimpin spiritual) yang memiliki getteng (keteguhan prinsip) dan sipakatau (saling memanusiakan).
Dalam konteks ini, seorang Anregurutta adalah penjelmaan dari filosofi sipakainge (saling mengingatkan) dan sipakalebbi (saling menghormati) nilai-nilai yang menjadi fondasi peradaban Sulawesi Selatan.
Lebih dari itu, gelar ini mencerminkan paradigma mappenyawang-nyawang (saling memahami) dalam tradisi intelektual Bugis, di mana ilmu tidak hanya diajarkan tetapi juga dihayati sebagai amala (perbuatan baik) yang menuntun kepada malempu (kejujuran) dan magetteng (ketegasan dalam kebenaran).
Prof Dr KH Nasaruddin Umar di usia 66 tahun telah membuktikan bahwa usia bukanlah penghalang untuk terus menerangi.
Dalam tradisi Bugis, ada ungkapan tau toa narekko gaga kajunna, mappagiling dewata (orang bijak yang tak pernah lelah berbagi ilmu akan selalu diberkahi Tuhan). Beliaulah personifikasi dari filosofi ini.
Jejak intelektualnya tidak lahir dari ruang hampa. Ia tumbuh dari paradigma mappangaja (mencari ilmu) yang dalam tradisi Bugis-Makassar dipandang sebagai jihad dalam bentuknya yang paling mulia.
Anregurutta memahami betul bahwa ilmu yang sejati adalah yang mampu menjadi lampu bagi kegelapan zaman dan pelita bagi kebingungan umat.
Peringatan ulang tahun beliau pada 28 Juni 2025 bukan sekadar seremonial. Dalam tradisi Bugis-Makassar, ada konsep mappalilu (bersilaturahmi untuk berbagi berkah) yang menjadi roh dari setiap perayaan bermakna.
Baca Juga: Prabowo, Gajah Dan PSI Baru
Momentum ini melahirkan inisiatif strategis seperti NUO Trust Fund, NUO Harmony Award, dan tafsir monumental Teosofi Najda—semua merefleksikan semangat mappangadakka (membangun untuk masa depan).