pendidikan

Islam, Kesatuan Nilai dalam Keberagaman Manusia

Rabu, 16 April 2025 | 06:38 WIB
Shalat Jum'at berjamaah di salah satu masjid di Kota Palu. (Foto: Antara).

Oleh: Salihudin
(Warga Kota Palu, Prov.Sulteng)

Prof. Dr. Zainal Abidin, mantan Rektor IAIN Palu (sekarang UIN Datokarama) Palu, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sulawesi Tengah, mengirimkan kepada saya flyer yg berisi ungkapan singkat namun sarat makna: "Islam itu satu karena berasal dari Yang Maha Esa. Tapi ketika Islam itu sampai kepada manusia menjadi beragam."

Ucapan ini adalah cerminan dari kedalaman pemikiran beliau dalam menyikapi dinamika keberagaman dalam tubuh umat Islam itu sendiri.

Meski kalimat tersebut terlihat sederhana, namun mengandung pandangan filosofis dan sosiologis yang mendalam.

Baca Juga: Sadat Anwar Bihalia Dilantik Jadi Anggota DPRD Sulteng, Gantikan Musdar Amin

Dalam konteks dakwah, kalimat-kalimat seperti itu penting untuk menjadi point of view, sudut pandang utama yg menuntun kepada pemahaman yang lebih luas. Karena itu, seperti juga dikatakan oleh Ali Syariati, seorang pemikir Islam asal Iran, "Islam bukan hanya sistem kepercayaan, tapi juga sistem kehidupan yang menjelma dalam berbagai bentuk budaya, sosial, dan politik."

Maka tidak mengherankan jika nilai-nilai Islam yang satu dan suci, ketika masuk dalam ruang sosial manusia, akan menjelma dalam ragam penafsiran dan ekspresi.

***
Islam sebagai agama wahyu diturunkan dari Allah Yang Maha Esa yang bersifat absolut dan tidak terbantahkan. Nilainya universal, transenden, dan tidak berubah sepanjang masa.

Dalam Al-Qur’an (Ali Imran: 19) disebutkan, "Sesungguhnya agama di sisi Allah hanyalah Islam." Pernyataan ini menegaskan bahwa ajaran Islam sebagai sistem nilai adalah tunggal dan murni.

Namun, ketika nilai-nilai itu dihadapkan pada realitas kehidupan manusia, terjadi proses re-contextualization, yakni penyesuaian ajaran dengan konteks sosiologis, budaya, dan sejarah manusia.

Baca Juga: Pengisian Kabinet Pasangan Anwar - Reny, Sudah Saatnya Berbasis Kompetensi

Di sinilah terjadi pluralitas dalam pemahaman dan pelaksanaan ajaran Islam tanpa mengurangi esensi dari kebenaran wahyu itu sendiri.

***
Keberagaman dlm praktik Islam banyak dipengaruhi oleh interaksi ajaran tersebut dengan budaya lokal. Clifford Geertz dalam karya terkenalnya "Islam Observed: Religious Development in Morocco and Indonesia" (1968) menyebut bahwa ekspresi Islam di masyarakat sangat tergantung pada tradisi dan nilai lokal yang berkembang.

Misalnya, Islam di Jawa berbeda dalam ekspresi simbolik dan ritual dibandingkan dengan Islam di Maroko, meskipun keduanya bersumber dari ajaran yang sama.

Geertz membagi bentuk Islam ke dalam tiga kategori: Islam santri (yang ortodoks), Islam abangan (yang sinkretis dengan tradisi lokal), dan Islam priyayi (yang lebih filosofis dan mistik).

Halaman:

Tags

Terkini