pendidikan

Khutbah Jumat 8 November 2024 Tema Fenomena Zaman Saat Orang-Orang Bangga Pamer Maksiat Di Media Sosial Seperti Zaman Nabi Luth

Kamis, 7 November 2024 | 05:48 WIB
Ilusttasi media sosial

Hal ini ditegaskan Nabi dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam al-Bukhari dalam kitab Shahihul Bukhari, juz 8, halaman 20:

كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا المُجَاهِرِينَ، وَإِنَّ مِنَ المُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلًا، ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ، فَيَقُولَ: يَا فُلاَنُ، عَمِلْتُ البَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا، وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ، وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ

Artinya: “Seluruh umatku akan mendapatkan ampunan, kecuali Mujahirin (yaitu orang yang terang-terangan berbuat dosa). Termasuk dari perilaku Mujahirin adalah seseorang yang berbuat dosa di malam hari yang telah ditutupi Allah, kemudian di pagi hari ia berkata kepada orang lain “Wahai fulan, aku telah melakukan ini dan itu di malam hari”.

Allah telah menutupi perbuatan dosanya, tetapi ia mengungkapkan apa yang telah ditutupi Allah.” Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah! Hal ini tidak akan terjadi jika setiap Muslim masih memiliki rasa malu yang dapat mencegahnya dari melakukan perbuatan dosa, sehingga rasa malu dianggap sebagai salah satu indikator keimanan seseorang.

Hal ini ditegaskan Nabi dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam al-Bukhari dalam kitab Shahihul Bukhari, juz 1, halaman 11:

الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً، وَالحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ


Artinya: “Iman memiliki 60 sekian cabang. Rasa malu adalah salah satu cabang iman.” Rasa malu yang dimaksud dalam hadits ini adalah naluri setiap manusia yang mendorongnya untuk menghindarkan perbuatan yang dapat membuat dirinya tercela.

Pada dasarnya, setiap manusia tidak ingin perbuatan dosanya diketahui oleh orang lain. Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani menjelaskan hal ini dalam kitab Fathul Bari Syarh Shahihul Buhkari juz 1, halaman 52:

قَوْلُهُ وَالْحَيَاءُ هُوَ بِالْمَدِّ وَهُوَ فِي اللُّغَةِ تَغَيُّرٌ وَانْكِسَارٌ يَعْتَرِي الْإِنْسَانَ مِنْ خَوْفِ مَا يُعَابُ بِهِ... وَفِي الشَّرْعِ خُلُقٌ يَبْعَثُ عَلَى اجْتِنَابِ الْقَبِيحِ وَيَمْنَعُ مِنَ التَّقْصِيرِ فِي حَقِّ ذِي الْحَقِّ

Artinya: “Kata al-Haya’ dibaca panjang huruf Ya’-nya. Dari segi bahasa, malu adalah perubahan yang terlihat dari seseorang karena kekhawatiran akan sesuatu yang dapat mencela dirinya. Menurut agama, malu adalah karakter yang mendorong seseorang untuk meninggalkan sesuatu yang buruk dan dapat mencegah seseorang untuk mengambil hak orang lain.”

Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah!

Pemaknaan seperti ini yang sudah berubah di hari ini. Manusia sudah tidak merasa malu dalam melakukan dan menceritakan perbuatan dosa. Manusia malah merasa malu untuk melakukan dan menceritakan kebaikan. Saat ini, kita melihat maksiat lebih banyak dipertontonkan dari pada perbuatan baik. Hal ini ditegaskan imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam lanjutan penjelasan hadits di atas:

وَلَا يُقَالُ رُبَّ حَيَاءٍ يَمْنَعُ عَنْ قَوْلِ الْحَقِّ أَوْ فِعْلِ الْخَيْرِ لِأَنَّ ذَاكَ لَيْسَ شَرْعِيًّا

Artinya: “Rasa malu tidak bisa diartikan malu untuk berucap benar dan berbuat baik karena malu seperti ini bukan rasa malu dalam perspektif agama.” Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah! Terakhir, imam Ibn Hajar al-‘Asqalani menjelaskan bahwa rasa malu merupakan faktor internal dalam diri manusia yang dapat mendorong lahirnya cabang iman lainnya.

Jika seseorang memiliki rasa malu, maka ia merasa malu jika tidak melaksanakan perintah Allah dan juga merasa malu jika melanggar larangan Allah:

Halaman:

Tags

Terkini