Hal yang serupa terjadi pada kita. Tatkala kita tidur, nyawa kita ditahan oleh Allah. Kemudian Allah kembalikan lagi nyawa kita sehingga kita terbangun, padahal Allah megetahui bahwa kalau kita bangun, kita akan kembali melakukan kedurhakaan dan kemaksiatan kepada-Nya. Namun Allah tunggu kita bertaubat. Allah tangguhkan sampai batas usia yang telah ditetapkan. Mudah-mudahan di rentang usia tersebut kita bertaubat dan kembali kepada-Nya. Itulah bentuk kasih sayang Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya.
Oleh karena itu, hendaknya kita senantiasa bersyukur, taubat, dan istighfar kepada Allah dalam setiap detik demi detik perjalanan usia kita. Karena kita banyak salah, kita banyak sekali durhaka, sementara Allah selalu memberikan kesempatan kepada kita, padahal Dia Maha Mampu mencabut nyawa kita di detik saat kita sedang durhaka kepada-Nya.
Jamaah yang dimuliakan Allah,
Meskipun kehidupan kita dipenuhi dengan ragam kemaksiatan dan dosa, tentu kita sangat ingin agar akhir hayat kita ditutup dengan husnul khotimah. Saat ini kita tidak memandang masa lalu kita. Di masa silam, mungkin kita memiliki perbuatan yang malu kalau seandainya diceritakan saat ini. Jangankan diceritakan, kalau kita mengingatnya saja, kita merasa malu dan bersedih. Dan segera ingin kita kubur dalam-dalam.
Lalu amal apa yang perlu kita lakukan saat ini? Amal yang bisa kita prioritaskan memperbaiki diri kita dan menutup hidup kita dengan husnul khotimah? Pada prinsipnya, semua amal yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah amal yang utama. Karena tidak mungkin Allah mengajarkan suatu perbuatan kepada Nabi-Nya kecuali perbuatan tersebut adalah Istimewa dan utama. Namun, dari sekian banyak amalan tersebut kita perlu memperhatikan amalan mana yang prioritas.
Di antara amal prioritas yang hendaknya dilakukan seseorang terutama di usianya yang sudah tua adalah:
Pertama: Amalan ringan yang bisa dijangkau tapi bisa dikerjakan secara rutin.
Tatkala seseorang memiliki amalan dan amalan tersebut ia jadikan rutinitas atau agenda dalam harian atau pekanannya, maka amalan tersebut akan dicatatkan untuknya meskipun ia terhalangi mengerjakannya karena sakit atau sedang bersafar. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا مَرِضَ العَبْدُ أَوْ سَافَرَ كَتَبَ لَهُ مِنَ العَمَلِ مَا كَانَ يَعْمَلُهُ وَهوَ صَحِيْحٌ مُقِيْمٌ
“Apabila seseorang mengalami sakit atau sedang bersafar, maka tetap dicatatkan untuk apa yang rutin ia kerjakan di saat sehat dan mukimnya.” [HR. Al-Bukhari 2996].
Artinya, seseorang yang memiliki rutinitas membaca Alquran harian, pergi ke masjid sholat lima waktu, memiliki jadwal kajian rutin yang selalu ia ikuti di hari-hari yang memang dia jadwalkan, sedekah rutin, jadwal rutin berkunjung ke rumah orang tua dan saudara, dll dari bentuk ibadah rutinnya. Walaupun ia sedang terbaring sakit tidak berbuat apa-apa atau sedang keluar kota karena bersafar, semua pahala dari ibadah rutin tersebut akan tetap ia dapatkan meskipun ia sedang tidak mengerjakannya.
Catatannya adalah semua ini rutin ia lakukan hingga kondisi fisiknya tidak mampu beramal sakit dan safat atau bahkan tidak mampu lagi untuk diajak beramal karena udzur usia tua. Allah Ta’ala berfirman,
إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ
“kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.” [Quran At-Tin: 6]
Terkait ayat ini, Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhuma, mengatakan,