لَأَنْ يَحْتَطِبَ أَحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ أَحَدًا فَيُعْطِيَهُ أَوْ يَمْنَعَهُ
Artinya: Sungguh seorang dari kalian yang memanggul kayu bakar dengan punggungnya lebih baik baginya daripada dia meminta-minta kepada seseorang, baik orang itu memberinya atau menolaknya (HR al-Bukhari dan Muslim).
Imam Ar-Raghib al-Ishfahani pernah berkata, siapa saja yang tidak mau berusaha dan bekerja maka nilai kemanusiaannya telah rusak bahkan nilai kebinatangannya, dan menjadi orang yang telah mati.
Allah swt mengajarkan kepada kita untuk hidup yang seimbang antara siang dan malam, yakni bekerja di siang hari dan istirahat di malam hari. Intinya dalam satu hari satu malam, ada waktu yang digunakan untuk bekerja dan ada waktu yang digunakan untuk beristirahat. Bekerja itu baik, dan memberikan waktu beristirahat itu juga baik.
Jangan sampai satu hari satu malam hanya digunakan bekerja dan sedikit istirahat. Juga tidak baik, satu hari satu malam hanya digunakan menganggur dan sedikit sekali bekerja. Intinya hidup harus seimbang. Hal ini sebagaimana telah disebutkan dalam A-Qur’an surat An-Naba ayat 10-11:
وَجَعَلْنَا ٱلَّيْلَ لِبَاسًا وَجَعَلْنَا ٱلنَّهَارَ مَعَاشًا
Artinya: Dan Kami jadikan malam sebagai pakaian. Dan Kami jadikan siang untuk penghidupan (QS An-Naba: 10-11).
Hadirin rahimakumullah,
Kodrat sebagai manusia adalah bekerja, tetapi jangan lupa juga bahwa manusia diciptakan oleh Allah untuk menghamba, menyembah kepada-Nya. Bekerja bagian dari ibadah ghairu mahdlah, sedang shalat 5 waktu merupakan ibadah mahdlah. Keduanya harus tercukupi dan seimbang. Allah swt berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Ankabut ayat 17:
فَٱبْتَغُوا۟ عِندَ ٱللَّهِ ٱلرِّزْقَ وَٱعْبُدُوهُ وَٱشْكُرُوا۟ لَهُۥٓ ۖ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
Artinya: Maka carilah rezeki di sisi Allah, kemudian beribadah dan bersyukurlah kepada Allah. Hanya kepada Allah kamu akan dikembalikan (QS Al-Ankabut:17).
Menurut ayat ini, rezeki harus diusahakan, tetapi tidak lupa untuk tetap tidak meninggalkan ibadah dan mensyukuri rezeki yang telah didapatkan pada hari itu. Bertalian dengan ayat lain, Allah telah tegas menyatakan bahwa cara mendapat rezeki adalah dengan bekerja. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Jumu’ah ayat 10:
فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ وَٱبْتَغُوا۟ مِن فَضْلِ ٱللَّهِ وَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyaknya supaya kamu beruntung (QS Al-Jumu’ah: 10).
Dalam rangka bekerja mencari nafkah, menurut riwayat al-Baihaqi dalam Syu’bul Iman ada empat prinsip etos kerja yang diajarkan Rasulullah saw kepada umat Muslim, yakni bekerja dengan cara yang halal (thalaba ad-dunya halalan), bekerja demi menjaga diri supaya tidak menjadi beban hidup orang lain (ta’affufan an al-mas’alah), bekerja demi mencukupi kebutuhan keluarga (sa’yan ala iyalihi) dan bekerja untuk meringankan beban hidup tetangga (ta’aththufan ala jarihi).