Bulan-bulan yang dimuliakan oleh Allah swt dalam Al-Quran tentunya memiliki alasan untuk diistimewakan. Imam Jalaluddin As-Suyuthi dalam kitabnya Tafsir Jalalain mengatakan bahwa, di dalam bulan mulia tersebut tidak diperkenankan untuk berperang, menyakiti diri sendiri, dan akan berlipatnya dosa ketika melakukan maksiat di bulan-bulan tersebut.
Sementara dalam keterangan lain, seperti dalam Tafsir At-Thabari, Imam Ibn Jarir At-Thobari memberikan penjelasan dengan mengutip pandangan Abu Ja’far bahwa bulan Dzulhijjah, Dzulqa'dah, Muharram dan Rajab memiliki keutamaan tersendiri. Bahkan orang-orang dari zaman Jahiliyah juga memberikan penghormatan terhadap bulan tersebut, dengan tidak melakukan maksiat. Bahkan dalam bulan-bulan tersebut sangat dilarang untuk perang apalagi membunuh.
Imam Ibn Jarir memberikan contoh betapa istimewanya bulan tersebut dengan anekdot, apabila ada seseorang bertemu dengan orang yang pernah membunuh ayahnya, ia tidak akan membalasnya di bulan tersebut.
قال أبو جعفر: يقول تعالى ذكره: إن عدة شهور السنة اثنا عشر شهرًا في كتاب الله، الذي كتبَ فيه كل ما هو كائن في قضائه الذي قضى = ﴿يوم خلق السماوات والأرض منها أربعة حرم﴾ ، يقول: هذه الشهور الاثنا عشر منها أربعة أشهر حرم كانت الجاهلية تعظمهن، وتحرِّمهن، وتحرِّم القتال فيهن، حتى لو لقي الرجل منهم فيهن قاتل أبيه لم يَهِجْهُ، وهن: رجب مُضر وثلاثة متواليات، ذو القعدة، وذو الحجة، والمحرم. وبذلك تظاهرت الأخبار عن رسول الله ﷺ
Artinya: Abu Ja'far berkata: Allah Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya bilangan bulan dalam setahun adalah dua belas bulan, di dalam kitab Allah yang di dalamnya tertulis apa yang Ditetapkan, yaitu: 'Pada hari Dia menciptakan langit dan bumi, di antara bulan-bulan itu ada empat bulan haram': Dari dua belas bulan itu, empat bulan haram, yang mana orang-orang Jahiliyah mengagungkannya dan melarang berperang di dalamnya, sehingga jika seseorang bertemu dengan pembunuh ayahnya pada bulan-bulan itu, dia tidak akan menyerangnya, yaitu Rajab Mudhar dan tiga bulan berturut-turut, Dzulqa'dah, Dzulhijjah dan Muharram. Dengan demikian, berita dari Rasulullah saw menjadi jelas.
Keistimewaan Muharram juga diungkapkan oleh Syaikh Allamuddin al-Sakhawii sebagaimana dikutip dalam Kitab Tafsir At-Thabari.
[حَاشِيَةُ فَصْلٍ] ذَكَرَ الشَّيْخُ عَلَمُ الدِّينِ السَّخاوي فِي جُزْءٍ جَمَعَهُ سَمَّاهُ "الْمَشْهُورُ فِي أَسْمَاءِ الْأَيَّامِ وَالشُّهُورِ": أَنَّ الْمُحَرَّمَ سُمِّيَ بِذَلِكَ لِكَوْنِهِ شَهْرًا مُحَرَّمًا، وَعِنْدِي أَنَّهُ سُمِّيَ بِذَلِكَ تَأْكِيدًا لِتَحْرِيمِهِ؛ لِأَنَّ الْعَرَبَ كَانَتْ تَتَقَلَّبُ بِهِ، فَتُحِلُّهُ عَامًا وَتُحَرِّمُهُ عَامًا.
Artinya: Syaikh Allamuddin al-Sakhawi menyebutkan dalam kitab yang beliau susun yang berjudul Al-Masyhur Fii Asma’ Al-Ayyami wa As-Syuhur: "Saya meyakini bahwa Muharram dinamai demikian karena ia adalah bulan haram, dan saya meyakini bahwa ia dinamai demikian sebagai penegasan atas keharamannya karena orang-orang Arab biasa berfluktuasi di sekitarnya, menghalalkannya di satu tahun dan mengharamkannya di tahun berikutnya.
Dengan demikian, penjelasan-penjelasan dari para ulama di atas cukup memberikan jalan terang bahwa Allah swt memiliki bulan-bulan yang sangat diistimewakan. Keistimewaan tersebut bisa terbentuk dari sejarah dan peristiwa mulia yang terjadi di dalamnya. Sejalan dengan hal ini, Allah swt memberikan peluang keistimewaan tersebut untuk para hambanya agar meningkatkan amal saleh, bersedekah, dan melakukan amalan-amalan yang dianjurkan, serta menghindarkan diri dari perkara maksiat.***
Sumber: NU Online/Ustadz Abdullah Faiz, Alumnus Pondok Pesantren APIK Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah