pendidikan

Keutamaan Sholat Taubah dan Bertaubat di Bulan Ramadhan

Minggu, 24 Maret 2024 | 06:00 WIB
viral-jessica-mila-belajar-sholat-hU4Oxw5Ame

METRO SULTENG-Sebagaimana kita ketahui, Ramadhan adalah bulan penuh pengampunan. Ada baiknya pada bulan ini kita manfaatkan dengan memohon ampun kepada Allah atau bertaubat atas dosa-dosa yang pernah kita lakukan.

Pertanyaannya, siapakah yang lebih utama untuk segera bertaubat, terutama pada bulan Ramadhan ini? Apakah diutamakan untuk orang yang usianya sudah tua?

Untuk menjawab pertanyaan itu kita bisa membaca kisah renungan pertobatan yang disampaikan Sayyid Abdul Aziz al-Darani.

Dilansir dari NU Online, berikut kisahnya:


وغضب بعض الملوك علي وزيره فأرد أن يصرفه عن خذمته ويبعده عن حضرته, فقال له الوزير: إن كان ولابد فرد عليّ ما أنفقته في خذمتك, فقال: ما هو؟ قال: شبابي رده عليّ فقد أنفقته في خذمتك فأعجب الملك ذلك ورضي عنه


Artinya: Seorang raja marah pada menterinya, ia ingin memecatnya dari pengabdiannya dan menyingkirkannya dari kekuasaannya. Kemudian menteri itu berkata pada raja: “Jika pemecatan ini terjadi, kembalikan padaku segala yang kukorbankan untuk mengabdi kepadamu.” Raja bertanya: “Apa itu?” Sang menteri menjawab: “Masa mudaku. Tolong kembalikan semua masa mudaku yang telah kuhabiskan untuk mengabdi kepadamu.” Sang raja terkejut mendengar jawaban itu dan tidak jadi marah pada menterinya (Sayyid Abdul Aziz al-Darani, Thahârah al-Qulûb wa al-Khudlû’ li ‘Allâm al-Ghuyûb, Beirut: Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, 2003, halaman 154).

Apa maksud Sayyid Abdul Aziz al-Darani memasukkan kisah tersebut dalam kitabnya? Jawabannya adalah, Sayyid Abdul Aziz al-Darani ingin menekankan pentingnya masa muda, bahwa taubat tidak melulu harus dilakukan ketika sudah tua. Tobat harus dilakukan sejak dini, setiap saat, dari mulai baligh sampai ajal menjemput.

Allah dan Nabi-Nya tidak pernah mensyaratkan “tua” sebagai salah satu syarat diterimanya taubat. Taubat bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja, bahkan bagi orang yang merasa dirinya tidak pernah melakukan dosa. Dia harus tobat dari perasaannya itu, karena tidak ada manusia yang tidak membawa beban dosa selain para nabi.

Di halaman sebelumnya pada kitab tersebut, Sayyid Abdul Aziz al-Darani mengutip sebuah riwayat tentang Sayyidina Umar dan seorang pemuda. Dalam riwayat itu disebutkan:

ونظر عمر بن الخطّاب رضي الله عنه إلي غلام يتردد في الأسحار إلي المساجد وعليه حبة صوف فقال له: يا غلام لقد أسرعت, فقال: يا أمير المؤمنين ليس كل ثمر يدرك النضج

Artinya: (Sayyidina) Umar bin Khattab ra pernah melihat seorang pemuda yang merutinkan dirinya mendatangi masjid di waktu sahur, ia mengenakan pakaian shuf. Sayyidina Umar berkata kepadanya: “Wahai pemuda, sungguh kau telah terburu-buru.” Pemuda itu menjawab: “Wahai pemimpin orang-orang yang beriman, tidak semua buah menjumpai masa matangnya” (Sayyid Abdul Aziz al-Darani, Thahârah al-Qulûb wa al-Khudlû’ li ‘Allâm al-Ghuyûb, 2003, h. 152).

Ada cara pandang menarik yang disampaikan pemuda itu. Dia menyadari betul bahwa tidak semua buah bertemu masa matangnya. Artinya, tidak semua usia bertemu masa senjanya. Kesadaran inilah yang membuatnya tidak membuang-buang waktu untuk berdekatan dengan Tuhannya.


Sayyidina Anas bin Malik ra pernah berkata, “mâ min syai’in ahabbu ila Allah min syâbb tâ’ib” tidak ada yang lebih disukai Allah daripada seorang pemuda yang bertobat (Sayyid Abdul Aziz al-Darani, Thahârah al-Qulûb wa al-Khudlû’ li ‘Allâm al-Ghuyûb, 2003, halaman 152).


Pertanyaan Sayyidina Umar sendiri harus dipahami sebagai caranya mendidik dan memberi pelajaran, seakan-akan ia sedang mengukur kedalaman istiqamah pemuda tersebut. Sayyidina Umar sudah melakukan kegiatan mendatangi masjid di waktu sahur sejak lama.

Jika ia tidak melakukannya, tentu ia tidak akan tahu kebiasaan pemuda tersebut. Karena itu, pertanyaannya adalah bentuk pendidikan. Ia ingin menjaga istiqamah pemuda tersebut.

Halaman:

Tags

Terkini