Khutbah Jumat 2 Mei 2025 Tema Menjaga Integritas dan Kejujuran Dengan Nilai-Nilai Islam Ditengah Krisis Kepercayaan

photo author
- Kamis, 1 Mei 2025 | 04:52 WIB

Namun ketika amanah itu ditawarkan kepada manusia, ia menerimanya. Sayangnya, penerimaan itu tidak selalu diiringi dengan kesadaran dan tanggung jawab yang penuh.

Beberapa orang di antara kita benar-benar bertanggung jawab, ada pula justru menyepelekannya, menyalahgunakannya, bahkan mengkhianatinya. Maka Allah pun menyebut bahwa manusia itu, pada hakikatnya, sering berlaku zalim terhadap dirinya sendiri dan jahil (bodoh) karena tidak memahami besarnya beban yang ia pikul. Berkaitan dengan hal ini, Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْأِنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُوماً جَهُولاً

Artinya, “Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya. Lalu, dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya ia (manusia) sangat zalim lagi sangat bodoh.” (QS Al-Ahzab, [33]: 72).

Syekh Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi dalam kitab Tafsir wa Khawathirul Umam, jilid I, halaman 789, menjelaskan bahwa sesungguhnya seluruh alam semesta pernah ditawari oleh Allah untuk memikul amanah.

Namun, langit, bumi, dan gunung-gunung semuanya menolak. Sebab, mereka sadar betapa beratnya memikul sebuah amanah. Mereka takut tidak mampu menunaikannya dengan sempurna. Berbeda dengan manusia.

Dengan akal dan kemampuan memilih yang dimilikinya, manusia justru menerima amanah tersebut. Ia merasa mampu, karena bisa membedakan antara berbagai pilihan dan menentukan mana yang benar dan mana yang salah.

Namun di sinilah letak masalahnya. Manusia mungkin tampak kuat saat menerima tanggung jawab, tapi sering kali lalai dan lemah ketika harus menunaikannya.

Karena itu, Allah menyebut manusia sebagai makhluk yang sangat zalim dan sangat bodoh. Syekh Sya’rawi mengatakan:

لَقَدْ ظَلَمَ الْإِنْسَانُ نَفْسَهُ حَيْثُ حَمَلَ الْأَمَانَةَ وَلَمْ يُفِ بِهَا، فَلِذَلِكَ فَهُوَ ظَلُوْمٌ. وَهُوَ جَهُوْلٌ لِأَنَّهُ قَدَّرَ وَقْتَ التَّحَمُّلِ، وَلَمْ يُقَدِّرْ وَقْتَ الْأَدَاءِ

Artinya, “Manusia telah menzalimi dirinya sendiri karena memikul amanah tetapi tidak menunaikannya. Oleh sebab itu, ia (disebut sebagai makhluk) yang sangat zalim. Ia juga bodoh karena hanya mempertimbangkan kemampuannya saat menerima beban, tetapi tidak memikirkan kesanggupannya ketika tiba waktunya untuk melaksanakan (amanah tersebut).”

Oleh sebab itu, tanggung jawab atas amanah, khususnya di bidang kekuasaan dan jabatan publik, tidak dapat hanya dibebankan pada moral pribadi semata. Kita sebagai masyarakat beriman dan peduli terhadap keadilan harus ikut andil dalam mengawal dan memastikan amanah itu dijalankan dengan sebaik-baiknya.

Dalam konteks ini, pengawasan sistematis serta partisipasi aktif publik menjadi keharusan yang tidak dapat kita ditawar. Kita tidak bisa hanya berharap bahwa para pemimpin akan berlaku adil dan jujur tanpa ada mekanisme yang menuntut akuntabilitas dan transparansi.

Jika seorang pejabat bertindak zalim karena tidak ada yang mengingatkan atau mengawasi, maka kelalaian itu tidak hanya semata tanggung jawabnya sendiri, melainkan juga kegagalan kolektif kita dalam menjaga amanah yang telah dibebankan kepada manusia.


Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Subandi Arya

Tags

Rekomendasi

Terkini

X