Hukum Puasa Sunnah Rajab Sekaligus Diniati Mengganti Puasa Ramadhan

photo author
- Jumat, 2 Februari 2024 | 05:24 WIB
Berdoa
Berdoa

METRO SULTENG-Puasa Ramadhan 1445 H/2024 M tinggal bebebara bulan lagi. Bagi anda yang ingin mengganti puasa Ramadhan tahun lalu pada bulan Rajab ini apakah boleh dan agaimana hukum melaksanakan puasa sunnah Rajab sekaligus diniati qadha puasa Ramadhan?

Dikutip dari NU Online berikut adalah hukum melaksanakan puasa sunnah Rajab sekaligus diniati qadha puasa Ramadhan terdapat perbedaan pendapat di antara ulama.

Satu pendapat mengatakan boleh dan pendapat yang lain mengatakan sebaliknya alias tidak sah.

Berikut kami jelaskan uraiannya: Rajab merupakan salah satu dari empat bulan mulia dalam Islam (asyhurul hurum), menurut pendapat paling kuat, Rajab menduduki posisi ketiga sebagai bulan yang paling utama untuk melakukan puasa setelah bulan Ramadhan dan Muharam.

Dari segi urutan bulan Hijriah, Rajab merupakan bulan yang mendekati bulan Ramadhan, hanya terhalang oleh bulan Sya‘ban.

Banyak orang yang punya tanggungan qadha puasa (terutama perempuan yang mengalami uzur haid) pada bulan Ramadhan sebelumnya, mulai mencicil qadha puasa Ramadhan agar tidak terkena sanksi membayar fidyah.

Mengenai puasa Rajab yang digabungkan dengan qadha Ramadhan, ada hal yang perlu diperhatikan.

Pertama, perlu dipahami bahwa puasa bulan Rajab dianjurkan karena termasuk dalam anjuran puasa di bulan-bulan mulia (asyhurul hurum). Syekh Ibnu Hajar dalam kitab Fatawi-nya menyebutkan:

رَوَى أَبُوْ دَاوُدَ أَنَّهُ صلى اللَّهُ عليه وسلم نَدَبَ الصَّوْمَ في الْأَشْهُرِ الْحُرُمِ وَرَجَبُ أَحَدُهَا

Artinya: “Abu Dawud meriwayatkan bahwa Rasulullah saw menganjurkan puasa di dalam bulan-bulan mulia, dan Rajab termasuk salah satunya.” (HR. Abu Dawud). (Ibnu Hajar Al-Haitami, Fatawil Fiqhiyyah Al-Kubro [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2018] juz II, halaman 23) Selanjutnya, Syekh Zainuddin Al-Malibari menjelaskan dalam kitab Fathul Muin:

فَرْعٌ) أَفْضَلُ الشُّهُوْرِ لِلصَّوْمِ بَعْدَ رَمَضَانَ الْأَشْهُرُ الْحُرُمُ وَأَفْضَلُهَا الْمُحَرَّمُ ثُمَّ رَجَبُ ثُمَّ الْحِجَّةُ ثُمَّ الْقَعْدَةُ

Artinya: “(Cabang) bulan yang paling utama untuk puasa setelah Ramadhan adalah bulan-bulan mulia, dan yang paling utama adalah bulan Muharram, kemudian Rajab, kemudian Dzulhijjah kemudian Dzulqo’dah.” (Zainuddin Al-Malibari, Fathul Muin [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 1998] halaman 95)

Dari penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa puasa Rajab termasuk dari puasa yang disunnahkan dalam waktu tertentu, sebagaimana puasa tasu’a, asyura’ dan 6 hari Syawal.

Kedua, bagaimana jika seseorang melakukan puasa wajib seperti qadha dan nadzar di bulan Rajab, apakah sekaligus mendapat pahala sunnah puasa Rajab? Sesuai dengan rincian pendapat yang ada dalam puasa tasu’a, asyura’, dan 6 hari Syawal, maka dalam permasalahan ini terdapat dua pendapat, sejumlah ulama muta’akhirin mengatakan kedua puasa tersebut (puasa sunnah Rajab dan qadha atau nadzar) dihukumi sah dan masing-masing mendapatkan pahala.

Sementara itu, Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu‘ menyatakan jika puasa tersebut diniati dengan dua niat sekaligus (puasa sunnah Rajab dan qadha atau nadzar), maka tidak sah dan tentu tidak mendapatkan pahala. Pernyataan tersebut diungkap oleh Syekh Zainuddin Al-Malibari dalam kitab Fathul Muin (Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 1998) halaman 95, sebagaimana berikut:

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Subandi Arya

Tags

Rekomendasi

Terkini

X