Dalam kajian bahasa, dalam Lisan al-Arab, Imam Ibni Mandhur (711 H) menjelaskan bahwa kata rajab, berasal dari kata kerja rajabahu (رجبه). Semakna dengan kata kerja habahu wa ‘adhamahu (هابه وعظمه). Artinya, mengagungkan dan memuliakan. Bulan ketujuh dalam kalender hijriyah ini dinamakan Rajab karena pada bulan ini, sedari dulu adalah bulan yang diagungkan dan dimuliakan.
Dalam tradisi masyarakat Jahiliyah Arab, tidak akan dilakukan peperangan di bulan ini. Suara pedang tidak diperdengarkan. Pedang disarungkan. Tidak terhunus. Sepanjang bulan terasa sepi dari gemuruh peperangan.
Karena hal ini, bulan Rajab juga disebut sebagai bulan tuli. Bulan sunyi tanpa suara pedang peperangan. Bahasa Arabnya adalah al-‘Asham.
Sidang Shalat Jum’at Hafidzakumullah
Kedua, selain dalam al-Qur’an, kemuliaan bulan Rajab juga dijelaskan dalam hadis. Termasuk bagaimana cara mengisi untuk mengagungkannya. Salah satunya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari (194-256 H), dalam kitab Shahih al-Bukhari:
عَنْ أَبِي بَكْرَةَ عن النَّبِيِّ ﷺ قالَ إِنَّ الزَّمَانَ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا منها أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَة وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ (رواه البخاري)
Artinya: "Diriwayatkan dari Sayyidina Abi Bakrah Ra., dari Nabi Muhammad Saw., Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaimana adanya. Allah menciptakan langit dan bumi dengan waktu satu tahun terdiri 12 bulan, 4 bulan di antaranya adalah bulan mulia. 3 bulan mulia yang berurutan adalah Dzulqo’dah, Dzulhijjah, dan Muharram. Dan bulan Rajab Muhdlar, bulan di antara Jumadal Akhirah dan Sya’ban.” (H.R. al-Bukhari).
Ada dua penjelasan penting dari Imam Ibnu Hajar al-Asqalani (852 H) dalam kitab Fath al-Bari terkait hadis ini. Pertama, hadis ini menjadi respons Baginda Nabi terhadap kebiasaan sebagian masyarakat Arab yang sering menggonta-ganti urutan bulan mulia.
Mereka mengganti sesuai kepentingan masing-masing. Di bagian awal hadis, Kanjeng Nabi menegaskan bahwa peredaran bulan dalam satu tahun itu berputar sebagaimana adanya. Tidak dibolak-balik sesuai kepentingan. Di satu sisi, Islam menerima adanya tradisi memuliakan dan mengagungkan bulan haram.
Di sisi lain, Islam mengkritisi kebiasaan yang menggonta-ganti urutan bulan mulia. Kedua, dalam matan hadis, bulan Rajab disebutkan sebagai Rajab Muhdlar. Maksudnya adalah bulan Rajabnya Bani Muhdlar.
Di era itu, suku Muhdlar dikenal sebagai golongan yang paling bersungguh-sungguh memuliakan bulan Rajab. Sehingga Rajab diidentikkan dengan kabilah Muhdlar. Meskipun, tentunya, bulan Rajab berlaku untuk semua suku dan golongan.
Baginda Nabi mengapresiasi tradisi kabilah Muhdlar dalam menyambut bulan Rajab. Sidang Shalat Jum’at Hafidzakumullah Dalam karyanya yang berjudul Fadhail al-Auqat, Imam al-Baihaqi (458 H) menjelaskan bahwa salah satu bentuk amaliah di bulan Rajab adalah berpuasa.
Memperbanyak puasa ini sunnah Nabi. Sunnah sebagaimana kesunahan memperbanyak puasa di 3 bulan mulia lainnya. Dalam salah satu riwayat, Sa’id bin Jubair (90 H) pernah ditanya terkait puasanya Kanjeng Nabi di bulan Rajab.
Mendengar pertanyaan ini, Sa’id bin Jubair meriwayatkan hadis dari Sayyidina Abdullah bin Abbas Ra. bahwa kebiasaan Baginda Nabi Saw., adalah memperbanyak puasa di bulan haram. Salah satunya adalah bulan Rajab.
Dalam riwayat lain, salah satu sahabat pernah menghadap Baginda Nabi. Sahabat tersebut kelihatan kurus dibanding tahun sebelumnya. Sebabnya adalah puasa terus menerus. Hanya makan di malam hari. Kanjeng Nabi lantas menyatakan bahwa puasa sepanjang tahun seperti itu termasuk menyiksa diri. Kanjeng Nabi memerintahkannya untuk puasa di bulan Ramadhan dan puasa sunnah satu hari di bulan lain.