Perbedaan pemahaman agama mendorong kita untuk saling menyalahkan. Mulai dari saling membid’ahkan hingga saling mengafirkan.
Jika hal ini kita teruskan, tentu tidak baik untuk masa depan berbangsa dan bernegara Indonesia.
Hadirin jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Pada prinsipnya, Islam melarang umatnya untuk saling menghina dan merendahkan. Baik antar sesama Muslim ataupun dengan penganut agama lain. Dalam hubungan sesama Muslim, saling mencaci ataupun merendahkan adalah perbuatan terlarang. Perbedaan tidak lantas harus saling mengejek. Tetapi untuk saling bermusyawarah, memahami, dan saling menasihati.
Terkait hal ini, Rasulullah saw pernah bersabda bahwa derajat seseorang bisa dilihat dari kebiasaannya. Kerendahan diri seseorang adalah ketika ia mudah merendahkan derajat orang lain. Sebaliknya, seseorang akan dinilai tinggi derajatnya jika menghormati sesama.
Menghargai pendapat dan keberadaan orang lain. Hal ini sebagaimana termaktub dalam kitab Sunan Ibni Majah karya Imam Ibnu Majah (207-275 H) yang bersumber dari sahabat Abi Hurairah.
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ حَسْبَ امْرِيءٍ مِنَ الشَّرِ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ المُسْلِمَ (رَوَاهُ اِبْنُ مَاجَه)
Artinya: "Diriwayatkan dari Abi Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda: “Cukuplah keburukan seseorang jika ia menghina saudaranya sesama muslim.” (HR. Ibnu Majah)
Karena itu, penting kiranya kita sadari bersama bahwa mengejek dan menghina adalah kebiasaan yang mesti kita hindari. Perbedaan pilihan politik, agama, ras, suku, ustadz idola, ataupun pasangan Capres-Cawapres jangan sampai menjadi penyebab untuk saling mengejek.
Saling merendahkan dan apalagi mencari kesalahan-kesalahan pihak lain. Perbedaan adalah sebuah keniscayaan. Keragaman Indonesia harus menjadi pangkal untuk saling erat bergandeng tangan.
Bertukar ide dan gagasan untuk membangun kemajuan bangsa. Jika terdapat silang pendapat, maka harus diselesaikan dengan jalan yang bermartabat. Kritik sangat dibutuhkan. Namun kritik yang konstruktif, bukan kritik yang sumir dan nyiyir. Selain itu, jika terdapat kesalahan dan kekhilafan sesama saudara Muslim, Islam mengajarkan umatnya untuk saling menasihati dan mengingatkan.
Akan tetapi, perlu kita ingat bahwa nasihat ini harus disampaikan dengan cara yang baik dan beradab. Jangankan antar sesama Muslim, nasihat dan dakwah kepada non-Muslim pun harus disampaikan dengan cara yang baik. Allah ta’ala berfirman:
ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (النحل: 125)
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.” (Q.S. al-Nahl: 125)
Sekali lagi, Islam mengajarkan kepada umatnya untuk mengajak kepada kebenaran dengan cara terbaik. Saling menasihati dan berwasiat dalam kebaikan adalah sebuah keniscayaan. Harus dengan jalan yang penuh adab dan sopan santun.