METRO Sulteng - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut perubahan iklim yang terjadi di dunia berdampak serius bagi perekonomian seluruh negara, termasuk Indonesia.
Jika situasi ini terus dibiarkan, kata dia, prediksi Food and Agriculture Organization (FAO) yang menyebut pada tahun 2050 dunia akan menghadapi potensi bencana kelaparan, bisa menjadi kenyataan.
"Hal ini terjadi secara global tidak peduli di negara berkembang atau negara maju. Jadi itulah sebabnya kita mengalami El Nino tahun ini, kita memiliki masalah kekurangan beras," ungkap Dwikorita dalam acara Federation of ASEAN Economists Association (FAEA 46) Conference, di Yogyakarta, Jumat (17/11/2023).
Dikatakannya pemerintah Indonesia telah berusaha untuk mengimpor beras. Sayangnya, kondisi ini menjadi sulit karena seluruh negara sedang mengalami hal yang sama, yakni kesulitan dalam memproduksi beras untuk kebutuhan dalam negeri.
"BMKG memantau evolusi iklim pada tahun 2023 menjadi tahun terpanas dalam catatan melebihi periode tahun 2016. Sebagai contoh, di Italia, pada Juli suhu mencapai 48 °C, Yunani 49 °C, Maroko lebih dari 47 °C. Sementara Bolivia, selama musim dingin tahun ini suhunya mencapai 45 °C," sebut Dwikorita.
Lanjutnya, melihat fakta buruk dampak perubahan iklim bagi perekonomian, sudah sepatutnya seluruh negara termasuk Indonesia mengubah gaya hidup yang mengandalkan energi fosil menjadi energi ramah lingkungan.
"Jika budaya ini tidak diubah, maka prediksi pertengahan abad ini dunia akan mengalami masalah ketahanan pangan, akan benar-benar terjadi," terangnya.
Dwikorita menjelaskan, untuk ASEAN juga Indonesia dapat dikategorikan sebagai wilayah rentan terhadap ketahanan pangan dan masuk ke dalam level di luar moderat. Indikasi terburuknya, jika terjadi krisis pangan, maka dapat dipastikan akan terjadi krisis ekonomi dan politik di dalam negeri.
"Inilah fakta yang harus dipahami oleh seluruh masyarakat Indonesia,' tegasnya.
Oleh karenanya, selain mengubah pola hidup, BMKG mendorong para ahli ekonomi dan insinyur yang mendesain infrastruktur berdasarkan pemodelan numerik untuk memvalidasinya dengan perkembangan iklim dan dampaknya, yang berdasarkan pada hasil obeservasi, data satelit dan pengamatan di lapangan.
"Karena bahkan bagi kami, para ahli iklim, tren ini tidak dapat diprediksi. Sangat tajam, tidak dapat diprediksi. Jadi tolong pertimbangkan hal itu," pungkasnya, seperti dikutib dari laman bmkg. ***