Memahami Prioritas Fardhu ‘Ain atas Fardhu Kifayah

photo author
- Kamis, 16 November 2023 | 18:12 WIB

METRO SULTENG-Terdapat banyak Kajian Fiqh Prioritas yang telah dibahas yang diadakan Women Institute MASKAM UGM dengan pembicara Prof. Tulus, perihal ibadah, dan lain sebagainya yang kesemuanya berkaitan dengan hukum yaitu wajib atau fardhu, baik ‘ain (pribadi) atau kifayah (kolektif). Maka perlu pembahasan tema tentang fardhu atau hukum wajib secara khusus.

Ain secara kata berarti ditentukan dan sifatnya harus didahulukan, baik berdasarkan dalil dari al-Qur’an maupun Hadits. Sebagai contoh perihal perintah “birrul walidain” atau berbakti kepada orang tua, dan “Jihad” yang berpuncak pada perang melawan musuh atau mempertahankan dan mempertahankan agama.

Kembali kepada dua contoh tersebut, “birrul walidain” atau berbakti kepada orang tua, lebih didahulukan dari pada jihad.
Hal ini terungkap dalam Hadits yang diriwayatkan al-Bukhori tentang kisah seorang laki-laki yang suatu ketika mendaftarkan diri untuk berjihad.

Namun ditanyakan Rasul kepadanya apakah orang tuanya masih hidup, ketika dijawab iya maka Rasul menyuruh untuk berbakti kepada orang tuanya. Intinya, dari dalil ini menunjukkan “birrul walidain” atau berbakti kepada orang tua lebih diutamakan dari pada berjihad.

Adapun “fardhu kifayah” juga memiliki tingkatan, semisal suatu kewajiban telah dilakukan tetapi yang melakukan sedikit atau tidak sama sekali maka kewajiban tetap tidak gugur.

Seperti pembagian tugas di kalangan umat Islam untuk belajar Fiqh dengan berjaga-jaga di suatu negeri dari serangan musuh, hal ini dikisahkan terjadi di zaman Imam al-Ghazali.

Begitu pun dalam kajian bidang keahlian di suatu kelompok Muslim (kampung, desa atau lainnya), sebab suatu negeri yang membutuhkan berbagai bidang maka kewajibannya masyarakat mendukung untuk pengisian berbagai bidang tersebut, artinya tidak hanya satu bidang semisal kedokteran saja, namun juga fiqh dan lain sebagainya.

Sebagaimana “fardhu kifayah”, “fardhu ain” juga memiliki berbagai tingkatan. Meski begitu, “fardhu ain” meski senantiasa didahulukan.

Adapun terkait jenis kewajiban berupa kepada Allah dan kewajiban kepada sesama manusia. Suatu kewajiban kepada manusia harus diprioritaskan dari pada kewajiban kepada Allah, semisal membayar hutang harus didahulukan dari pada naik haji.

Namun terdapat kasus, apakah boleh naik haji dengan berhutang? Jawabannya adalah boleh dengan syarat harus meminta izin/rida.***
Oleh: Nazwar, S. Fil. I., M. Phil/Penulis Lepas Yogyakarta

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Subandi Arya

Tags

Rekomendasi

Terkini

X