METRO Sulteng - Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) RI, Drs. Kawiyan, M.I.Kom mengatakan, pemerintah perlu membuat regulasi yang menjamin informasi layak untuk anak. Tujuannya, untuk melindungi anak dari konten berbahaya di media sosial.
"Semua orang bisa bikin berita sendiri tanpa konfirmasi dan tanpa diseleksi, kemudian di upload, itu menjadi konsumsi anak-anak. Jadi perlunya informasi layak anak. Tentu dalam hal ini Kominfo untuk membuat regulasi yang menjamin adanya informasi untuk anak-anak," ujarnya, Rabu (22/11/23).
Menurut Kawiyan, Undang-undang (UU) atau regulasi lain terkait perlindungan anak dari ancaman pornografi yang sudah ada saat ini, sebetulnya sudah cukup lengkap.
Meski begitu, masih terdapat aspek-aspek yang belum sempurna dan masih harus ditunjang dengan peraturan komprehensif yang sesuai dengan kebutuhan zaman.
Kawiyan mengingatkan bahwa anak-anak yang tumbuh di masa sekarang, terutama yang melek digital, berpotensi terkena paparan konten pornografi melalui dunia maya.
"Anak-anak kita (di Indonesia) ada sekitar 37,7 juta jiwa, anak yang masih dalam kategori anak. Kemudian 88,9 persen dari jumlah itu yang berumur 5-17 tahun, mereka mengakses internet dan sebagian besar dari mereka mengonsumsi media sosial," sebutnya, dikutib Kamis (23/11/2023).
Dikatakannya, KPAI mencatat, kasus pada anak yang menjadi korban kejahatan pornografi dan dunia maya menempati posisi kelima dalam klaster perlindungan khusus anak.
Berdasarkan data KPAI periode Januari hingga Oktober 2023, terdapat 25 aduan yang masuk terkait kasus tersebut.
KPAI juga telah melakukan pengawasan pada sejumlah kasus di subklaster anak korban pornografi dan kejahatan siber, salah satunya termasuk kasus eksploitasi seksual melalui panggilan video, seperti yang terjadi di Lampung Tengah.
Hal itu membuktikan anak-anak yang bermukim di luar Pulau Jawa, juga tidak menjamin bahwa mereka aman dari dampak negatif teknologi komunikasi.
Apalagi, menurut temuan KPAI, masih ada anak-anak yang menjadi korban pornografi dan kejahatan siber (cybercrime) di beberapa daerah. ***