METRO SULTENG, Luwuk- Warga miskin dilarang sakit karena hanya menjadi beban. Hal ini yang dialami Chairul Laisi warga Desa Toima, Kecamatan Bunta Kabupaten Banggai. Meski menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS), masih saja dibebani biaya obat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Luwuk, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah. Ditemui di Ruang Cempaka RSUD Luwuk, Warga miskin asal Desa Toima ini bercerita, dimana anak perempuannya bernama Nazmi Laisi berusia tujuh tahun menderita Atresia ani atau penyakit sejenis kecacatan lahir tanpa anus, sehingga perlu dilakukan kolostomi atau operasi pembuatan lubang di perut untuk mengeluarkan kotoran atau feses. Perlu diketahui, operasi ini sering disebut sebagai terapi pengalihan usus, karena tujuan kolostomi adalah menggantikan fungsi usus besar untuk menampung dan mengeluarkan feses. Operasi ini dilakukan dengan cara membuka salah satu ujung usus besar, lalu dihubungkan pada bukaan atau lubang (stoma) pada dinding perut, dan biasanya di sisi kiri perut. Feses tidak akan lagi keluar melalui anus, tapi melalui lubang atau stoma pada dinding perut tadi. Setelah itu, lubang perut akan ditempelkan sebuah kantong kolostomi untuk menampung feses yang keluar. Kantong ini perlu diganti secara rutin setelah kotorannya penuh supaya tidak menimbulkan infeksi. Lanjut menurut Chairul Laisi, setelah dilakukan operasi oleh pihak medis RSUD Luwuk, setiap obat yang diresepkan oleh dokter selalu dibayar. “Sudah empat kali resep yang diberikan semua dibayar. Hanya saja resep keempat sebesar RP. 159 ribu, saya sudah tidak ambil obatnya karena tidak ada uang. Resepnya ada, cuma saya tidak ada uang untuk menebus obat itu. Saya bingung, kok orang miskin peserta KIS seperti saya, masih membeli obat di apotik, apalagi apotik yang berada di rumah sakit ini milik pemerintah,” ungkap Chairul Laisi kepada metrosulteng.com, Senin (8/6 2020). Ia juga mempertanyakan kenapa pihak rumah sakit masih membebankan biaya obat ke pasien KIS, padahal KIS yang digunakan pemberian dari Pemerintah. Dan tak menutup kemungkinan kejadian seperti yang dialaminya ini, dialami juga warga Kabupaten Banggai lainnnya yang masih hidup di bawah garis kemiskinan, saat berobat masih dibebani biaya. “Jelas saya sangat prihatin, karena kita peserta KIS sudah dijamin oleh Pemerintah. Apalagi ini kami selaku peserta KIS PBI (Penerima Bantuan Iuran) sangat nyata tidak mampu,” ucapnya. Selain itu, dia juga berujar, permohonan bantuan pengobatan untuk anaknya ini pernah disampaikan pemerintah daerah dalam hal ini Bupati Banggai Herwin Yatim. Dan Bupati sendiri menjanjikan akan memberi bantuan. Sayangnya, bantuan yang dijanjikan itu terkesan hanya sebatas surga teliga karena hingga sekarang tidak ada realisasinya. “Kalau dibilang usaha meminta bantuan ke pemerintah daerah, sudah. Sejak tiga tahun lalu, sudah saya urus berkas bantuan dan saya antar langsung ke Bupati Banggai di Rumah Jabatan (Rujab). Berkas itu, KK, KTP, dan surat keterangan dari Pemerintah Desa Toima. Dan Bupati sendiri menjanjikan akan memberikan bantuan untuk pengobatan anak saya. Namun sampai hari ini janji tersebut tidak ada,” kata Chairul. Padahal kapasitasnya di partai berlambang kepala banteng moncong putih itu sebagai pengurus ranting PDI-P di Desa Toima, yang tidak lain partai Bupati Banggai Herwin Yatim yang nota benenya sebagai ketua DPC PDI-P Kabupaten Banggai. “Saya sangat kecewa dengan pak Bupati, padahal kami satu partai di PDI-P. Beliau ketuanya di Kabupaten Banggai. Saya pengurus Ranting PDIP-P Toima. Cuma beliau tidak pernah memberikan perhatian khusus kepada anggota partai, apalagi seperti kita warga yang miskin,” tandas Chairul. Olehnya, dia berharap pemerintah daerah dalam hal ini Bupati Banggai Herwin Yatim dapat memperhatikan masyarakat miskin. “Kesehatan ini sangat penting, jadi saya berharap, kami warga miskin peserta KIS PBI bisa digrastiskan tanpa ada biaya obat yang dibebankan. Makan saja susah, apalagi mau beli obat,” tambahnya. Sementara beberapa warga yang dijumpai di RSUD Luwuk juga sangat menyayangkan pemegang KIS-PBI masih membayar obat-obatan di rumah sakit. Menurut mereka, KIS merupakan perluasan dari masyarakat miskin Penerima Bantuan Iuran (PBI). Apalagi, Pasal 34 UUD 1945 juga mengamanatkan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Dalam hal ini, BPJS Kesehatan adalah badan yang menyelenggarakan, sedangkan KIS adalah programnya. Maka jelas Kartu Indonesia Sehat (KIS) dilindungi atau dijamin oleh negara dan memiliki dasar hukum yang jelas. Makanya apa yang dilakukan RSUD Luwuk dinilai justru melanggar UU. “Saya sangat sayangkan hal seperti ini terjadi di rumah sakit milik pemerintah. Seharusnya mereka masyarakat yang tidak mampu justru harus diperhatikan pemerintah, bukan sebaliknya orang miskin harus dibebani lagi biaya obat,” sebut salah seorang praktisi hukum di Luwuk yang enggan dipublikasikan namanya. Pada kesempatan yang sama, pihak RSUD Luwuk yang di konfirmasi melalui Kepala Bidang pelayanan, Disman Witarsa mengatakan, masalah ini akan disampaikannya ke Direktur RS Luwuk dr. Yusran Kasim. Namun dia menyampaikan, memang ada beberapa obat yang dibatasi oleh BPJS Kesehatan seperti, obat ketorolac yang ditanggung hanya enam ampul. Jika lebih dari itu harus dibayar. “Aturan BPJS Kesehatan sudah seperti itu. Kalau ada pasien bisa minum obat, bisa diganti dengan tablet. Karena yang dipakai saat ini suntikan jadi dibatasi. Kalau obat tablet tidak dibatasi,” jelas Disman Witarsa memberikan klarifikasi. Sementara BPJS Kesehatan Cabang Luwuk Kabupaten Banggai melalui Kepala Bidang Penjamin Manfaat dan Rujukan dr. Angelina Rantung mengatakan, pihaknya sangat merespon keluhan ini. “Kami akan catat nama pasien, serta tanggal masuknya. Nanti akan konfirmasikan ke rumah sakit,” ungkap Angelina. Katanya, kaitan dengan pengawasan, di aplikasi mobile JKN juga ada survei. Dimana setiap pasien yang masuk rumah sakit, bisa menyampaikan keluhan jika adanya permintaan biaya. Selain itu, di rumah sakit juga terdapat petugas informasi dan penanganan pengaduan (PIPP) BPJS Kesehatan. “Petugas PPIP kita setiap hari di rumah sakit, tugas mereka menampung keluhan dan memberikan solusi kepada peserta. Keluhan peserta juga bisa disampaikan langsung ke kantor BPJS Kesehatan. Dan masalah ini akan di konfirmasi ke rumah sakit, supaya kita juga bisa mendengar langsung penyampaian dari rumah sakit seperti apa,” terang Angelina. ***