Hari berikutnya kami melanjutkan trekking menuju Danau Rano Bae dengan lama perjalanan hanya 3 jam. Dari Rano Bae kami lalu naik perahu motor melewati Rano Kodi (danau kecil) menuju ke sungai Pokekea untuk bertemu dengan perahu motor yang akan menjemput kami pulang ke kota Kolonodale. Total perjalanan kami menjelajahi kawasan Cagar Alam Morowali saat itu adalah 4 hari 3 malam.
Selama kegiatan tour dengan wisatawan mancanegara ke kawasan Cagar Alam Morowali sejak tahun 1996 sampai 2017, selain menikmati keindahan alam dan flora fauna yang ada, penulis mengalami banyak suka dan duka yang sulit dilupakan.
Waktu itu, penggunaan handphone belum maksimal. Penulis harus berupaya mencari jalan untuk mendapatkan perahu lain yang akan membawa kami kembali ke Kolonodale. Dengan bantuan kode SOS yang digunakan dari jarak jauh, akhirnya salah satu perahu nelayan yang kebetulan lewat menjemput kami membawa kami kembali ke Kolonodale, dalam keadaan yang lapar.
Pengalaman kedua, pada saat menemani wisatawan dari perancis, pada tahun 2012. Dimana saat itu kami menginap di kampung Kayupoli, pada tengah malam salah seorang anak dari keluarga suku Taa tempat kami bermalam menangis kesakitan. Kepala keluarga mencoba memberi pengobatan ala Suku Taa. Namun tidak kunjung sembuh.
Akhirnya dibangunkan wisatawan yang kebetulan dia adalah seorang dokter anak. Dia lalu memeriksa sang anak dan memberikan obat. Setengah jam kemudian anak tersebut terdiam. Kami sempat ketakutan jangan-jangan anak tersebut keracunan obat. Ternyata anak tersebut tertidur lelap dan besok paginya langsung ceria karena sudah sembuh.
Alhasil, ayah sang anak meminta kepada kami untuk tinggal beberapa hari lagi guna mengadakan pengobatan bagi keluarga yang lain. Namun wisatawan yang seorang dokter tersebut hanya berikan obat dan menjelaskan manfaatnya serta aturan minumnya. Kami tidak bisa tinggal karena waktu kunjungan wisatawan terbatas.
Sebagai penutup dari tulisan ini, Penulis menyatakan bahwa Cagar Alam Morowali masih sangat layak untuk dijadikan salahsatu wisata unggulan untuk wisata minat khusus; trekking dan flora fauna.
Untuk mengunjungi Cagar Alam Morowali beberapa hal penting Penulis kemukakan :
- Memberikan informasi yang lengkap dan dapat dipercaya kepada para wisatawan atau Tour Operator yang akan berkunjung dan menjual paket tur.
- Berkoordinasi dengan pihak terkait sebelum memasuki kawasan Cagar Alam Morowali dalam hal ini harus memiliki Surat Ijin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI).
- Memberdayakan masyarakat Suku Taa dan sekitarnya
- Mempersiapkan kelengkapan trekking, seperti makanan, obat-obatan, alat komunikasi, pakaian trekking dan tim yang solid.
- Mempersiapkan fiisk dan mental.
- Menghargai kearifan lokal yang ada dan berlaku di masyarakat setempat.
Demikianlah gambaran yang penulis dapat berikan lewat artikel ini menyangkut keindahan Cagar Alam Morowali, pengalaman dalam melakukan perjalanan dalam kawasan ini, serta tips yang merupakan SOP dalam kepemanduan wisata alam trekking.
Harapan Penulis, artikel ini semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya yang ingin berwisata ke Cagar Alam Morowali. Bila ada pertanyaan, saran dan kritik dari penulisan artikel ini, silahkan menghubungi penulis pada alamat di bawah ini.
Penulis memohon maaf apabila masih terdapat kekurangan di dalam artikel ini. Salam Pariwisata, Salam Konservasi. Terimakasih. ***
Penulis : Meriba Suade (Ketua Yayasan Pariwisata Jokka Kreatif Indonesia dan Anggota Himpunan Pariwisata Indonesia)
Domisili : Desa Londi, Kec. Mori Atas, Kabupaten Morowali Utara