ekonomi

Kepala Daerah Protes Dana TKD 2026 Dipangkas, Kreatifitas dan Kualitas Belanja Mesti Diperbaiki

Senin, 13 Oktober 2025 | 06:27 WIB
Dr. Hasanuddin Atjo. (Foto: Ist).

Oleh: Dr. Hasanuddin Atjo

Sejumlah Gubernur protes ke Menteri Keuangan Purbaya, pada Selasa ( 7/10/2025). Agendanya terkait dengan pemangkasan dana transfer ke daerah (TKD) tahun 2026, berupa (DBH-dana bagi hasil, DAU-dana alokasi umum dan DAK-dana alokasi khusus).

Para Gubernur berharap agar kebijakan pemangkasan itu ditinjau kembali, dikarenakan tahun 2025 sejumlah daerah, terutama pada wilayah Timur sudah ngos-ngosan. Bahkan ada daerah hanya mampu membayar gaji dan belanja birokrasi lainnya tanpa dana pembangunan.

Tahun 2026, TKD dipangkas Rp 269 triliun menjadi Rp 693 triliun, turun sebesar (29,2 %) dari sebelumnya (2025) sebesar Rp 919,87 triliun.
Kondisi dan situasi Ini makin menyulitkan daerah, karena memiki indeks kemandirian fiskal (kontribusi PAD) yang rendah. Terdapat sejumlah daerah, terutama kabupaten dan kota memiliki indeks kemandirian fiskal pada kisaran angka 1 - 2%.

Baca Juga: Selamat, Gubernur Anwar Hafid Berhasil Antar Bandara Mutiara Sis Aljufri Berstatus Internasional

Protes yang dihadiri oleh 18 Gubernur, dinilai sejumlah kalangan masih realistis dan perlu dibahas mencari solusi. Kewajiban membayar utang yang akan jatuh tempo tahun 2026 sebesar Rp 1.300 triliun, dari utang sebesar Rp 8.444, 87 triliun per akhir Juni 2024, menjadi satu diantara alasan mendasar.

Menteri Purbaya menjanjikan, dana TKD akan ditinjau lagi apabila ekonomi negeri ini membaik kembali. Jawaban ini terkesan bersifat normatif.
Karena itu, Pemerintah Pusat maupun Daerah diharapkan lebih menekankan upaya meningkatkan kreatifitas dan kualitas belanja, yang selama ini menjadi satu diantara persoalan yang mendasar.

Kebijakan pemangkasan dana TKD tersebut diprediksi akan berlangsung beberapa tahun kedepan. Kondisi ini dinilai bisa menjadi triger, memberi sejumlah manfaat positif untuk meningkatkan fiskal pusat dan daerah diantaranya:

Baca Juga: Pasca Terpapar Radioatif dan Antibiotik, Tantangan Industri Udang Perlu Dibenahi Secara Holistik dan Totalitas

Pertama, pusat dan daerah dipaksa meningkatkan PAD, PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) dan devisa dari sejumlah komoditi ekspor. Peningkatan tersebut tentu tidak membebani rakyat kecil dan usaha UMKM yang kini mulai disasar oleh sejumlah kebijakan daerah.

Proses perizinan sebaiknya meninggalkan kebiasaan "kalau bisa dipersulit kenapa dipermudah". Budaya seperti ini mesti dipangkas karena masih menjadi salah satu hambatan berinvestasi yang masih sering dikeluhkan.

Investasi terhadap komoditi, terutama pangan (Perikanan, Pertanian Tanaman Pangan, Perkebunan dan Peternakan serta komoditi pangan lain) mesti didorong. Perlu diberi insentif bagi investasi pada wilayah Timur yang miskin infrastruktur dan kesiapan SDM yang bisa beradaptasi terhadap industri pangan modern; yang pada saat ini menjadi tuntutan global.

Baca Juga: Tahun Depan Dana Transfer Pusat Berkurang 30 Persen, Gubernur Anwar Hafid Instruksikan OPD Kencangkan Ikat Pinggang dan Kreatif

Daerah harus mendorong lahirnya BUMD (Perumda maupun Perseroda) yang bisa menjadi salah satu sumber PAD. Kebijakan pembentukan Koperasi Desa Merah Putih menjadi salah satu harapan meningkatkan ekonomi desa.

Karenanya proses dan pola rekruitmen maupun konsep operasional kedua lembaga profil tersebut menjadi satu diantara kunci sukses yang selama ini menjadi masalah.

Halaman:

Tags

Terkini