ekonomi

Menteri Kelautan Menilai Teknologi Budidaya Udang Masih Tertinggal, Penyebab Produktivitas Rendah

Rabu, 20 Desember 2023 | 11:02 WIB
Dr. Hasanuddin Atjo.

Oleh: Dr. Hasanuddin Atjo

Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Wahyu Sakti Trenggono menilai bahwa teknologi budidaya udang di Indonesia tertinggal dari negara lain. Faktor ini kemudian ditengarai jadi salah satu sebab rendahnya produktivas tambak udang kita.

Ini negara maritim. Memiliki potensi sangat besar dengan jumlah pulau 17.400 buah, garis pantai 95.181 km, serta luas perairan 6,4 juta kilometer persegi. Selain itu beriklim tropis, yang memungkinkan proses budidaya bisa sepanjang tahun.

Disayangkan kelebihan itu belum mampu dimanfaatkan secara baik oleh kita untuk kesejahteraan dan devisa bagi negara. Pada sisi lain sejumlah negara dengan minim sumber daya alam justru menjadi penghasil udang terbesar seperti Ekuador dan Vietnam.

Baca Juga: Integrasi Bisnis Memperkuat Daya Saing Industri Udang Ekuador, Sebaiknya Dicontoh!

Poin ini disampaikan, saat menjadi keynote speaker pada acara urung rembuk Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama stakeholders, terkait upaya peningkatan produksi perikanan budidaya maupun daya saing, terutama komoditi udang yang berorientasi Blue Economy.

Urung rembuk digelar di Hotel Rizt Carlton Jakarta, Senin 18 Februari tahun 2023. Dan dihadiri sejumlah bupati/walikota, dinas daerah dan asosiasi berkaitan dengan usaha perikanan budidaya di sektor hulu maupun hilir yang saat ini sedang menghadapi banyak tantangan.

Momen ini dinilai strategis ditengah petambak udang sedang dilanda kasus gagal panen karena penyakit bakteri dari virus, serta diperparah oleh harga udang dunia yang terus anjlok drastis sejak tahun 2022 dikarenakan menurunnya daya beli masyarakat dunia karena resesi.

Dan ini memerlukan upaya-upaya kolaboratif yang membangun daya saing seperti menekan HPP yang tinggi. Dari beberapa referensi, HPP udang budidaya di Indonesia lebih mahal $ 0,7 US dari Ekuador $ 0,5 US dari India dan $ 0,3 US dari Vietnam. 

Selling poin yang disampaikan oleh MenKP bagaimana meningkatkan produktifitas tambak udang kita yang rendah sekitar 0,6 ton per ha. Ini merupakan angka rata-rata produktifitas tambak udang kita. Trenggono juga mengemukakan bagaimana meningkatkan daya saing udang kita yang kalah jauh.

Tambak udang Indonesia doninan tambak tradisional sekitar 247,8 ribu ha atau 85 persen. Selebihnya adalah tambak dengan teknologi semi intensif dan intensif dengan produktifitas yang cukup tinggi mencapai 40 ton per ha, bahkan ada yang bisa tembus 100 ton per ha dengan teknologi Supra Intensif.

Dari total ekspor udang Indonesia tahun 2022 diperkirakan 250 ribu ton, kontribusi tambak semi intensif dan intensif sekitar 85 persen. Dan selebihnya dari tambak tradisional. Padahal areal tambak semi intensif dan intensif hanya 15 persen.

Trenggono juga mengemukakan bahwa inovasi dan teknologi harus terus didorong. Kerjasama antara perguruan tinggi/lembaga riset dan asosiasi menjadi sebuah kekuatan besar sebagaimana dilakukan oleh Jepang.

Baca Juga: Daya Saing Udang Terkendala Lemahnya Integrasi Hulu-Hilir dan Digitalisasi

Mutu udang negeri ini juga dinilai rendah, karena rantai pasok yang panjang. Sistem budidaya yang kurang diperhatikan, penanganan limbah organik juga menjadi salah satu sebab sulit menembus pasar Eropa yang ketat dengan isu lingkungan.

Halaman:

Tags

Terkini