KEBUTUHAN Rakyat ditengah himpitan ekonomi, ditengah maraknya investor tambang nikel belum tentu membawa kesejahteraan bagi seluruh Masyarakatnya, bahkan cenderung menjadi 'momok' yang seakan tak berkesudahan, untuk memecahkan masalah ekonomi lokal, contohnya mahalnya gas elpiji dan langkah, kemudian daya beli masyarakat menurun akibat laju inflasi yang seakan tak terbendung didaerah tambang nikel, belum lagi masalah isu kerusakan lingkungan atas rusaknya hutan akibat penambangan, yang sewaktu waktu bisa saja mendatangkan malapetaka longsong maupun banjir, tak hanya itu, harga sembako didaerah tambang nikel, merangkak naik jelang hari raya idul Fitri 1446 H, membuat gairah ekonomi Masyarakat kecil menjadi lemas, ditengah maraknya industri tambang yang konon mendatangkan dollar bagi Daerah, ditambah lagi kawasan kumuh dengan bertumbuhnya rumah rumah kos yang tak beraturan tidak memiliki IMB sehingga tata ruang seakan sulit lagi tertata sesuai tatanan kawasan pemukiman yang sehat dan bersih.
Kadang pemimpin sebelum berkuasa lantang bicara menjanjikan surga disetiap celah kata dengan kondisi ekonomi, tenaga kerja, bahkan fenomena listrik, dan lingkungan menjadi jualan politik saat pesta demokrasi.
Ditengah gunjang ganjing himpitan ekonomi ditengah maraknya investor tambang, yang katanya kaya dengan sumber alam, penguasa seakan berbangga daerahnya bisa mendongkrak ekonomi lokal, bahkan berkata setia pada Rakyat yang lemas untuk kesejahteraan, kursi kuasa kini yang bisa berubah arah dengan nada janji-janji luruh didalam fatamorgana.
Namun kadang penguasa marah saat dikritik, setelah menjadi raja didalam istana plastik, kebijakan ditulis dengan emosi, dihapus lagi saat pagi berganti.
Penguasa yang kadang dikeliling penjilat, lupa janji pada Rakyat, bukan lagi akal sehat yang jadi pedoman, melainkan gengsi citra diri dalam kebanggaan disinggasana kekuasaan.
Rakyat di buai dengan kebijakan dan janji untuk strategi langgengnya kepercayaan yang belum tentu membuahkan kehidupan sejahtera, namun ketika kepercayaan itu runtuh perlahan, ia tunjuk jari kesegala arah mengaku korban merajuk sendu, seperti bocah kehilangan mainan baru.
Kekuasaan itu bukan lah taman untuk main-main, namun Rakyat butuh bijak yang bukan ibarat drama dibalik senyum citra untuk kekuasaan, dan bukan Raja kerdil yang rapuh dan labil.***