Ayat 1: Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
- Barang siapa dengan sengaja menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan atau yang dituntut karena kejahatan, atau barang siapa memberi pertolongan kepadanya untuk menghindari penyidikan atau penahanan oleh penjahat kehakiman atau kepolisian, atau oleh orang lain yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian;
- Barang siapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya, atau untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya, menghancurkan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau dengan mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan lainnya, atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian maupun oleh orang lain, yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian.
Ayat 2: Aturan di atas tidak berlaku bagi orang yang melakukan perbuatan tersebut dengan maksud untuk menghindarkan atau menghalaukan bahaya penuntutan terhadap seorang keluarga sedarah atau semenda garis lurus atau dalam garis menyimpang derajat kedua atau ketiga, atau terhadap suami/istrinya atau bekas suami/istrinya.
Dibandingkan dengan ancaman UU Pers soal obstruction of Press Freedom ancaman hukuman dalam KUHP mengenai obstruction of justice lebih ringan, yakni di UU Pers paling lama dua tahun penjara atau denda Rp 500 juta, berbanding dengan KUHP selama-lamanya sembilan bulan penjara atau denda Rp 4.500 (sebelum disesuaikan).
Pengaturan di UU Tipikor
Sebaliknya, pengaturan UU Tipikor Nomor 31 Tahun 1999 ancaman hukuman obstruction of Justice jauh lebih berat. UU Tipikor menerapkan prinsip ancaman hukuman terendah. Para pihak yang diduga menghalang-halangi suatu proses hukum diancam hukuman serendah-rendahnya tiga tahun dan selama-lamanya 12 tahun.
Ikhwal obstruction of justice diatur dalam pasal 21 UU Tipikor yang berbunyi sebagai berikut : “Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 150 juta dan paling banyak Rp 600 juta.”
Bukan Tanpa Batas
Baik pelaksanaan obstruction of press freedom maupun obstruction of justice bukan tanpa batas. Dalam hal ini, tidak semua larangan meliput untuk pers otomatis termasuk obstruction of press freedom. Contohnya larangan memasuki instalasi penting seperti markas militer, perbankan atau properti pribadi tidak dapat dikatagorikan tindakan obstruction of press freedom.
Pernah ada suatu kasus di Sumatera Utara, ketika suatu rombongan mau meninjau tambang emas, sudah berkali-kali ditanya, apakah ada wartawan atau tidak dalam rombongan itu. Hal ini lantaran untuk wartawan bakal diatur meninjau sendiri. Semua peserta menegaskan, di antara mereka tak ada yang wartawan. Namun sampai didalam tambang terbukti ada seorang wartawan menyelinap. Dia mengakui wartawan tetapi berkilah mau melakukan investigasi reporting. Hanya saja, yang mengherankan dia memakai lencana kartu wartawan di kantong bajunya, dan lencana itu dibaliknya.
Wartawan itu dinilai melakukan dua kesalahan. Pertama, berbohong. Kedua, kalau mau melakukan investigasi reporting harusnya identitas kewartawanannya dihilangkan. Tapi si wartawan justru memakai badge atau lencana wartawan, sehingga dapat diketahui umum dia wartawan. Tak mungkin seorang wartawan melakukan investigasi reporting seperti itu.
Sang wartawan tak puas, dan mengajukan tambang emasnya ke pengadilan dengan tuduhan obstruction of press freedom atau melanggar Pasal 18 ayat 1 UU Pers.
Pengadilan setelah mendengar pendapat para ahli pers, memutuskan perusahaan tambang emasnya tidak bersalah dan tidak dapat dikenakan obstruction of press freedom. Wartawannya justru dinilai beritikad buruk dan berlindung dari kepura-puraan melakukan investigasi reporting.
Sementara KPK menerapkan obstruction of justice tanpa memandang bulu. Tanpa tawar-tawar lagi. Semua yang dianggap menghambat penyidikan KPK, mereka langsung dikenakan pelanggaran obstruction of justice.
KPK tak pernah mau mendengar alasan. Misalnya, ada tugas advokat yang memang untuk melindungi klien yang kebetulan menjadi tersangka KPK. Sampai kini tak ada satu pun advokat yang berani protes atau melapor atau menggugat KPK.
UU Pers Lebih Fair