Di sinilah letak pentingnya modal sosial, sebagaimana dijelaskan oleh Robert Putnam dalam Bowling Alone (2000), yaitu jaringan kepercayaan dan norma bersama yang memungkinkan kerja sama untuk tujuan kolektif.
Namun, dari sekian banyak pemikir Indonesia, mungkin Nurcholish Madjid—Cak Nur—adalah yang paling tajam merumuskan hubungan antara agama dan kebangsaan dalam kerangka pluralisme.
Baca Juga: Polres Morowali Utara Tanam Jagung, Panennya Sukses, Ini Hasilnya
Dalam bukunya Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan (1999), ia menulis: "lPluralisme adalah suatu keniscayaan dalam kehidupan bersama. Dan Islam mengajarkan bahwa perbedaan adalah rahmat yang harus dikelola dengan kebijaksanaan, bukan disikapi dengan permusuhan.
Lebih lanjut, Cak Nur menegaskan bahwa kebangsaan bukanlah penghalang keimanan, justru menjadi medan pengabdian keimanan itu sendiri:
Keindonesiaan kita bukanlah takdir geografis semata, melainkan juga panggilan sejarah dan moral untuk hidup damai dalam keberagaman.
Pernyataan ini menggarisbawahi bahwa pluralisme bukan sekadar kondisi objektif, tapi sebuah etika publik yang menuntut partisipasi aktif dalam membangun harmoni sosial.
Kita bisa berkaca pada negara-negara lain yg lebih plural dari Indonesia—seperti India, Nigeria, atau Afrika Selatan. Keragaman mereka tidak otomatis menciptakan stabilitas. Ketika tidak ada kesadaran kolektif untuk menjaga persatuan, yang muncul adalah polarisasi, bahkan perpecahan.
Maka, bangsa ini harus lebih serius merawat nilai-nilai persatuan sebagai kekuatan utama. Sebab, keragaman tanpa persatuan ibarat orkestra tanpa konduktor—berisik, bukan harmoni.
***
Indonesia, melalui semboyan Bhinneka Tunggal Ika, telah memiliki dasar ideologis yang kuat untuk menjembatani perbedaan. Namun, semboyan ini harus ditafsirkan ulang secara kontekstual agar tidak sekadar menjadi simbol.
Peran para ulama dan cendekiawan muslim seperti Prof. Zainal Abidin sangat penting dalam proses ini. Mereka menjembatani nilai-nilai keagamaan dan komitmen kebangsaan dalam satu tarikan napas.
Baca Juga: Berkunjung ke Sulteng, Rifqinizamy Karsayuda Disambut Hangat Gubernur Anwar Hafid
Mari kita jaga persatuan, bukan karena kita takut akan perpecahan, tetapi karena kita sadar bahwa hanya dengan persatuan, keragaman bisa menjadi anugerah produktif.