METRO SULTENG - Pencalonan Ahmad Ali di pemilihan Gubernur Sulawesi Tengah tahun ini, mendorong masyarakat ingin lebih banyak tahu tentang kisah dan perjalanan hidupnya. Mulai sejak kecil, remaja, hingga meniti karir sebagai wakil rakyat.
Banyak kisah yang menginspirasi dari perjalanan hidup seorang Ahmad Ali. Bukan kisah biasa. Beberapa diantaranya bisa menjadi contoh baik bagi generasi selanjutnya.
Terdorong itulah, pegiat seni di Kota Palu memilih berkolaborasi dengan kalangan milenial dan seniman pelajar, untuk memproduksi film dokumenter bakal calon Gubernur Sulawesi Tengah tersebut. Film ini rencananya akan tayang per episode dalam waktu dekat.
Baca Juga: Momen saat Ahmad Ali Duduk Melantai Dengan Gen-Z: Canda, Cerita dan Pesan Politik Jadi Satu
Film dokumenter tentang Ahmad Ali dipastikan menarik untuk ditonton. Karena terselip sisi-sisi lain seorang Ahmad Ali, yang humanis dan juga jenaka.
Terkait produksi film dokumenter, pada Minggu malam (8/9/2024), pegiat seni dan puluhan seniman pelajar Kota Palu diterima Ahmad Ali di kediamannya Jalan Swadaya, Kota Palu. Mereka duduk melantai sambil berdiskusi ringan dan bertukar pikiran.
Kepada mereka, Ahmad Ali mengaku tidak tahu kalau pelajar dan seniman itu sedang menggarap film dokumenter tentang dirinya.
Wakil Ketua Umum Partai NasDem itu merasa senang atas inisiatif mereka. Malam itu, Ahmad Ali menuturkan langsung kepada para milenial dan gen-Z terkait informasi tentang dirinya.
SEPENGGAL KISAH AHMAD ALI
Kepada pegiat seni, seniman milenial dan Gen-Z yang hadir malam itu, Ahmad Ali menceritakan sepenggal kisah hidupnya.
Ia lahir pada 16 Mei 1969 silam di Desa Wosu, Kabupaten Morowali. Meski terlahir dari keluarga yang mapan pasangan H. Sun dan (almh) Hj. Sa'adia, namun Ahmad Ali kecil sudah diajarkan hidup disiplin, bekerja keras dan tidak manja.
Baca Juga: Jalan Sehat Perempuan BerAmal Catat Rekor, Ahmad Ali Ingatkan Hidup Sehat dan Kuat
Bayangkan saja, saat masih di bangku SD di Desa Wosu, Kabupaten Morowali, ia sudah berjualan es mambo sepulang sekolah. Jual es-nya keliling kampung, jalan kaki sekitar tiga kilometer.
"Mulai kelas 3 SD sampai tamat, saya jualan es. Dua termos saya tenteng jalan kaki," kisahnya.