sosial-budaya

Mencermati Gagasan Besar BJ. Habibie, Melihat Indonesia Sebagai Negara Kepulauan

Selasa, 2 Juli 2024 | 05:31 WIB
Dr. Hasanuddin Atjo saat berada di bandara dalam penerbangan menuju Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalsel. (Foto: Dok.Pribadi).

Oleh: Dr. Hasanuddin Atjo

Kembali menekan keyboard android, menulis catatan kecil guna mengisi waktu luang saat menenpuh perjalanan udara dari bandara Mutiara Sis AlJufri Palu, menuju bandara Bersujud di Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.

Sebelumnya, ke Batulicin bisa ditempuh dalam waktu sekitar tiga jam yaitu Palu - Makassar dengan pesawat badan lebar, dilanjut dengan pesawat kecil baling-baling yang diproduksi oleh Perancis -Italy (ATR), dan mulai diperkenalkan tahun 1986.

Di Indonesia, maskapai Wings Air yang didirikan pada tahun 2003, menjadi pengguna yang terbesar jenis pesawat baling -baling ini sebagai penghubung wilayah antarpulau, mengurai keterisolasian. Tercatat hingga saat ini telah mengoperasikan sekitar 71 pesawat jenis ATR.

Baca Juga: Morowali dan Morut Penghasil Nikel Sulteng Menjadi Terkenal, Tatakelola Sumberdaya Mesti Update dan Inovatif

Sejak beberapa bulan lalu pada tahun 2024, layanan terbang dengan pesawat jenis ATR oleh Wings Air semakin dikurangi. Alasannya, biaya perawatan yang semakin mahal, karenak pajak impor suku cadang dinaikkan ditambah kurs rupiah terhadap dolar Amerika melemah.

Karenanya waktu tempuh jadi sekitar 12 hingga 15 jam. Oleh karena dari Makassar harus melalui Surabaya, dilanjutkan ke Banjarmasin berakhir di Batulicin. Dampaknya biaya konektifitas meningkat tajam, bermuara semakin rendahnya efisiensi dan efektifitas.

Tiba-tiba saya teringat akan karya besar Prof. BJ. Habibie (almarhum), yang jauh melihat kedepan bahwa sebagai negara kepulauan terbesar, Indonesia sangat strategis membangun industri pesawat terbang yang memang menjadi satu diantara kompetensinya.

BJ. Habibie dipanggil pulang dari Jerman oleh Presiden Soeharto (almarhum), untuk membantunya membangun negeri ini dan diserahi tugas sebagai kepala BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi).

Baca Juga: Bincang Santai Dengan Gubernur Rusdy Mastura, Bahas Daya Saing Komoditi Pangan hingga IKN

Kemudian lahirlah satu industri pesawat terbang nasional pada tanggal 26 April 1976, bernama PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN) di Bandung dengan direktur utama Dr. BJ. Habibie. Selanjutnya Agustus tahun 1976 Presiden Soeharto meresmikan industri pesawat terbang ini.

Nasib maha karya dari industri pesawat terbang Nurtanio pada saat ini begitu memprihatinkan, seakan " hidup segan mati tak mau". Kondisinya sudah tentu akan lain bila saja pada saat itu industri tersebut tidak menjadi korban situasi politik dan bisa dipertahankan.

Negara dan masyarakat tentu bisa merasakan, menikmati karena kehadiran industri tersebut. Dan sejumlah pesawat seperti CN-235 bisa jadi "Tol Udara super cepat", menghubungkan satu pulau dengan pulau lain, sehingga konektifitas bukan lagi jadi soal seperti sekarang.

Indonesia pada saat ini sedang menyusun RPJPN (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional) 2025 -2045 dengan visi "Menjadi Negara Nusantara Maju, Berdaulat, Berkelanjutan" di Tahun 2045.

Baca Juga: Paradigma Baru Peningkatan Produksi Udang Berdaya Saing Global

Halaman:

Tags

Terkini