Oleh: Dr. M Fachri Labalado
Di bawah program prioritas Presiden Prabowo, 264 pekerja migran dari Malaysia mendapatkan layanan kesehatan gratis, perlindungan, dan kepastian masa depan anak-anak mereka.
Tanggal 14 Agustus 2025 menjadi hari yang tak akan dilupakan oleh 264 jiwa yang menapakkan kaki di tanah air setelah bertahun-tahun terpisah dari keluarga.
Mereka adalah Pekerja Migran Indonesia Bermasalah (PMIB) yang dipulangkan dari Malaysia akibat kebijakan repatriasi. Di mata sebagian orang, ini hanyalah arus kepulangan pekerja migran. Namun bagi mereka, ini adalah titik balik kehidupan sebuah akhir dari luka panjang dan awal dari lembaran baru yang diwarnai harapan.
Mereka datang dengan berbagai cerita getir: 20 anak-anak yang kehilangan masa bermainnya, 101 perempuan yang sebagian pernah merasakan beban kerja tanpa batas, dan ratusan lainnya yang menanggung penat di tubuh dan hati.
Baca Juga: Cegah Pekerja Migran Ilegal, Hari Ini Menteri PPMI - Pemprov Sulteng Teken MoU
Ada yang pulang dengan koper usang, ada yang hanya membawa tas plastik. Tidak sedikit yang membawa luka yang tak kasat mata - trauma akibat kekerasan, gaji yang tak pernah dibayar hingga sebelas tahun, dan perlakuan yang jauh dari kata manusiawi.
Pemerintah Hadir, Bukan Sekadar Menjemput
Setibanya di tanah air, para PMIB tidak langsung dipulangkan ke rumah masing-masing. Mereka ditampung sementara di shelter dan rumah aman milik pemerintah. Di sana, proses cek kesehatan fisik dan mental dilakukan secara gratis-sebuah program prioritas Presiden Prabowo yang kini juga menyentuh pekerja migran.
Pemeriksaan kesehatan ini tidak hanya memastikan tubuh mereka siap, tetapi juga membantu memulihkan luka batin akibat pengalaman pahit di negeri orang.
Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, Abdul Kadir Karding, hadir langsung di shelter BP3MI Jakarta. Dengan tatapan penuh empati, beliau menyalami satu per satu PMІВ, mendengar kisah mereka, bahkan ikut terdiam saat seorang ibu menceritakan 11 menyalami satu per satu PMIB.
Mendengar kisah mereka, Menteri Karding bahkan ikut terdiam saat seorang ibu menceritakan 11 tahun hidupnya tanpa digaji, hanya diberi makan untuk bertahan hidup. "Saya ingin memastikan setiap pekerja migran yang kembali ke tanah air mendapat pelayanan terbaik. Bukan hanya tubuhnya yang sehat, tapi juga hatinya yang pulih," ujar Karding, suaranya tegas namun sarat emosi.
Kisah di Balik Kepulangan
Dari ratusan cerita yang dibawa pulang, ada satu yang mengguncang hati: seorang bapak paruh baya yang matanya berkaca-kaca saat menceritakan bagaimana ia bekerja tanpa henti dari pagi hingga larut malam, tidur di lantai gudang, tanpa satu pun upah yang dibayarkan.