METRO SULTENG – Menyikapi kekisruan yang terjadi ahir-ahir ini di Kepulauan Togean antara Balai Taman Nasional (BTN) dengan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Kepulauan Togean di Desa Pasokan, Kecamatan Walea Besar Tojo Una Una (Touna), Sulawesi Tengah (Sulteng), membuat wakil Ketua Dewan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sulawesi Tengah Basir angkat bicara.
Menurutnya, Masyarakat Hukum Adat telah mendiami Kepulauan Togean sejak tahun 1881 Hijiriah atau tahun 1762 Masehi, artinya jauh sebelum Kawasan itu ditetapkan sebagai Taman Nasional.
Basir menegaskan bahwa, Undang-Undang Pasal 18 B ayat 2 menyatakan, Negara harus mengakui dan menghormati kesatuan Masyarakat Hukum Adat dan hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup, sesuai dengan perkembangannya dan prinsip kesatuan Republik Indonesia.
Ia menyebut, definisi MHA berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, bahwa Masyarakat Adat (MA) adalah kelompok Masyarakat Pesisir yang secara turun temurun bermukim di Wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal usul leluhur.
"Dan adanya hubungan yang erat dengan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial dan politik, sambung basir,"
lanjut Basir juga menguraikan definisi MA berdasarkan Undang-Undang ketika diletakan dalam konteks Masyarakat Adat Kepulauan Togean, menjadi empat bagian Komunitas.
“Komunitas Adat Togean, berdasarkan literatur yang ada (Kontrak), bahwa MA Togian telah ada sebelum adanya sistim pemerintahan Kerajaan Lebokin Ntana Togo iya yang dipimpin oleh Kologian Sari Buah 1181 Hijiriah atau 1762 M," jelasnya.
Berdasarkan tulisan Amir Haji Kani bahwa asal usul nenek moyang MA Togian berasal dari 7 orang manusia yang pertama kali mendiami dolominon (Gunung Benteng) di Kecamatan Togean.
Selanjutnya, kata dia, Komunitas MA Bobongko suda berada dan berdomisili di Kepulauan Togean pada zaman pemerintahan Kologian Ruiyah Buasariah 1300 Hijiriah atau 1880 Masehi, dan MA Bajo masuk dan mendiami wilayah Kepulauan Togean pada tahun 1255 H atau 1835 M apada Pemerintahan Kologian Amintasaria.
Baca Juga: Foto Dipajang dan Masih Tandatangan Undangan Jambore, Ada Apa dengan Mantan Pj Bupati Morowali?
Sedangkan Komunitas Adat Saluan berdasarkan literatur yang ditulis Amir Haji Kani mengatakan, bahwa Komunitas ini berasal dari Banggai, masuk dan bermukim dibeberapa wilayah Kampung yang ada di Kecamatan Walea Besar, Desa Pasokan, Tingki, Tuean, Kondongan, Kotogop, Biga,
“dan Walea Kepulauan, Popoli’I, Dolong. sedangka Kecamatan Talatako di Desa Kalia, Pautu, Malenge dan Sebagian tersebar hingga ke Kecamatan Togean di Dusun Melam.
Secara histori yang diceritakan pada tulisan Amir Haji Kani tersebut, kata Basir, bahwa awalnya terbentuk pemukiman Kumunitas Adat Saluan di Wilayah Kecamatan Walea Besar itu berawal dari pemukiman Kotalongan sekitar tahun 1899, dibuka oleh Kologian Zakaria, yang merupakan Kologian ke 7 kerajaan lebokin Ntana Togo Iya.
"Sumber Amir Haji Kani, Togean Dalam Sejarah, Adat Istiadat pengelolaan SDA dalam perspektif Masyarakat Adat Togean. Drs Hasan, M Hum Pola Struktur kehidupan Masyarakat Tojo UnaUna, Prasejarah dan Kerajaan," tutup Basir.***(SAM)