pendidikan

Menjaga Towuti: Biodiversitas sebagai Penopang Kehidupan

Kamis, 28 Agustus 2025 | 19:14 WIB
Prof. Dr. Ir. Siti Halimah Larekeng, SP, MP (Ist)

Oleh: Prof. Dr. Ir. Siti Halimah Larekeng, SP, MP
Ketua Puslitbang Natural Heritage & Biodiversity, LPPM Universitas Hasanuddin

METROSULTENG — Insiden kebocoran pipa minyak di kawasan Towuti, Luwu Timur, kembali menjadi pengingat betapa rapuh sekaligus berharganya ekosistem yang menopang kehidupan manusia. Sebagai peneliti biodiversitas selama puluhan tahun, saya melihat peristiwa ini bukan sekadar persoalan teknis, tetapi juga alarm penting bagi kita semua untuk lebih bijak menimbang dampak aktivitas manusia terhadap keseimbangan alam.

Langkah cepat PT Vale Indonesia yang berkoordinasi dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Natural Heritage & Biodiversity Universitas Hasanuddin patut diapresiasi. Tim kami langsung diturunkan ke lokasi, tidak hanya untuk mengukur kerusakan, tetapi juga memahami dinamika ekologis secara menyeluruh.

Sejak 2019, kami melakukan long-term biodiversity monitoring di kawasan hutan Towuti—baik di area alami maupun konsesi tambang. Basis data ini menjadi kunci pembanding kondisi flora, fauna, hingga mikroorganisme sebelum dan sesudah insiden. Dengan begitu, analisis dampak dapat dilakukan berbasis bukti, bukan sekadar asumsi.

Baca Juga: PT Vale & Pemda Luwu Utara Gelar Pelatihan Keselamatan Kerja, Tekankan Nyawa Lebih Berharga

Biodiversitas ibarat denyut nadi ekosistem. Kehadiran spesies pionir di lahan bekas tambang, keberlangsungan flora endemik Sulawesi, hingga keseimbangan rantai makanan menjadi indikator penting resiliensi alam. Namun, sekecil apa pun kontaminasi, dampaknya bisa merembet dan mengganggu sistem ekologis secara keseluruhan.

Dalam survei awal, fokus utama kami meliputi:

  • Kondisi vegetasi: mengukur potensi stres fisiologis dan penurunan keanekaragaman.

  • Fauna kunci: memantau keberadaan burung endemik dan serangga penyerbuk.

  • Kualitas air & mikroba akuatik: mengingat ekosistem perairan Towuti menjadi penyangga kehidupan masyarakat setempat.

Dari pengalaman sebelumnya, upaya konservasi yang konsisten terbukti mampu memulihkan biodiversitas di kawasan terdampak aktivitas manusia. Reklamasi lahan dan rehabilitasi hutan yang dilakukan PT Vale, misalnya, memperlihatkan tanda positif dengan tumbuhnya kembali tanaman endemik di area rehabilitasi.

Insiden di Towuti bukan hanya tantangan, tetapi juga peluang memperkuat kolaborasi lintas pihak. Dunia sains, pemerintah, masyarakat, dan industri harus berjalan seiring memastikan pemulihan yang tidak sekadar mengembalikan kondisi, tetapi juga memperkuat ketahanan ekosistem untuk jangka panjang.

Sebagai ilmuwan, saya percaya edukasi publik adalah bagian dari solusi. Biodiversitas bukan konsep abstrak; ia adalah fondasi kehidupan—penyedia pangan, air bersih, dan udara yang kita hirup. Insiden di Towuti menjadi pelajaran bersama: menjaga alam berarti menjaga keberlangsungan hidup kita sendiri.

 

Tags

Terkini