pendidikan

Bangkit atau Tersingkir: Anak Muda Sulawesi Tengah di Era Digital

Jumat, 20 Juni 2025 | 07:28 WIB

Oleh: Arnoldus Wea

Pengamat Sosial dan Pembangunan Daerah

Sulawesi Tengah (Sulteng), sebuah provinsi yang kaya akan sumber daya alam, budaya, dan potensi manusia, kini berdiri di persimpangan jalan yang menentukan masa depannya. Setelah dihantam bencana besar pada 2018—gempa bumi dan tsunami yang meluluhlantakkan Palu dan Donggala—wilayah ini tengah berjuang bangkit dari reruntuhan. Namun, kebangkitan fisik semata tidak cukup. Anak muda Sulawesi Tengah kini menghadapi tantangan yang jauh lebih kompleks: revolusi digital.

Era digital bukan sekadar tren, melainkan medan tempur yang menentukan siapa yang mampu bertahan dan berkembang. Perangkat digital seperti Artificial Intelligence (kecerdasan buatan) tidak akan menggantikan manusia, tetapi akan menggantikan manusia yang tidak mau menggunakannya. Dalam konteks ini, orang muda Sulteng memiliki dua pilihan krusial: bangkit dan berinovasi memanfaatkan teknologi digital, atau terus tertinggal dan akhirnya “mati” dalam arti kalah bersaing di era global. Opini ini bertujuan untuk mendorong kesadaran, mengusulkan langkah konkret, serta mengajak semua pihak mendukung generasi muda untuk mengambil peran utama dalam transformasi digital daerah.

Realitas Digital di Sulawesi Tengah: Data dan Fakta

Untuk memahami kondisi sebenarnya, mari kita lihat data. Menurut survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2023, penetrasi internet di Sulawesi Tengah mencapai 64,44%, meningkat dari 50,23% pada 2020. Meski menunjukkan progres, angka ini masih di bawah rata-rata nasional (73,7%) dan tertinggal jauh dari DKI Jakarta (86,96%).

Lebih kritis lagi, kualitas jaringan internet masih menjadi masalah utama. Survei EV-DCI 2023 mengungkapkan bahwa 85% responden di Sulawesi Tengah mengeluhkan jaringan internet yang tidak stabil dan lambat, terutama di wilayah pedesaan dan kepulauan. Gangguan akses internet ini berdampak langsung pada produktivitas, pendidikan daring, dan bisnis digital yang kini menjadi tulang punggung ekonomi masa depan (Katadata, 2023).

Tak hanya jaringan, akses terhadap perangkat digital juga belum merata. Data BPS Sulawesi Tengah 2023 mencatat hanya sekitar 60% rumah tangga yang memiliki smartphone atau komputer memadai untuk mengakses internet dengan optimal.

Potensi Digital sebagai Peluang Emas

Namun, di balik tantangan tersebut, tersimpan potensi besar. Sulawesi Tengah memiliki sekitar 2,6 juta penduduk, dan lebih dari 50% di antaranya adalah generasi muda berusia 15–35 tahun yang dinamis dan kreatif (BPS Sulteng, 2023).

Pemerintah daerah pun menunjukkan komitmen. Visi pembangunan 2025 menempatkan transformasi digital sebagai prioritas. Salah satunya, program Desa Mandiri Digital hasil kolaborasi dengan Digital Access Program (DAP), telah diluncurkan di 50 desa. Tujuannya: meningkatkan literasi digital, menyediakan akses internet cepat, serta melatih masyarakat mengembangkan usaha digital berbasis potensi lokal (Sultengprov.go.id, 2024).

Operator telekomunikasi seperti Indosat dan Telkomsel juga terus memperluas jaringan mereka, kini menjangkau hingga 85% wilayah Sulawesi Tengah, termasuk daerah-daerah terpencil (RadarSulteng, 2023).

Semua ini membuka jalan bagi anak muda untuk mengekspresikan potensi mereka di berbagai bidang—mulai dari e-commerce, konten kreatif, pertanian digital, hingga startup teknologi berbasis lokal.

Kaum Muda Sulteng: Revolusi Digital dan Tantangan Nyata

Revolusi digital tengah berlangsung. Tumbuhnya Internet of Things menandai pergeseran besar: aktivitas manusia kini makin bergantung pada konektivitas digital.

Survei KNPI Sulawesi Tengah tahun 2023 menunjukkan bahwa 70% anak muda di Palu dan Donggala aktif dalam program pelatihan dan pemberdayaan digital. Mereka bukan hanya peserta, tapi juga penggagas usaha kreatif dan teknologi.

Misalnya, komunitas muda di Palu menciptakan platform pemasaran online untuk produk kerajinan dan hasil pertanian lokal—menghubungkan petani dan pengrajin langsung ke konsumen nasional dan internasional. Ada pula kelompok pemuda yang mengembangkan aplikasi edukasi dan kesehatan berbasis kearifan lokal untuk daerah terpencil.

Namun, semangat inovatif ini tidak lepas dari tantangan besar yang masih menghantui. Berikut beberapa di antaranya:

  1. Infrastruktur Digital Belum Merata
    Jaringan internet belum stabil dan akses perangkat digital masih menjadi hambatan utama di desa dan pulau-pulau kecil.

Halaman:

Tags

Terkini