Hadirin jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah Perlu kita tahu bahwa berbagi kebahagiaan tidaklah bisa dipukul rata, sebab kebahagiaan antar individu tidaklah bisa disamakan.
Sebagaimana seorang yang haus akan ilmu, tentu bahagia apabila mendapatkan ilmu. Orang miskin akan bahagia apabila mendapat harta. Orang yang hina akan bahagia dengan mendapat kemuliaan, orang tua bahagia apabila dihormati dan ditaati, anak kecil bahagia dengan diberi dan disayangi, dan seterusnya.
Maka penting bagi kita untuk memiliki beberapa prinsip bersama tentang berbagi kebahagiaan. Yang pertama adalah dengan tidak menyakiti. Karena dengan tidak menyakiti sesama inilah secara tidak langsung kita telah membuat lingkungan di sekitar kita bahagia, kondusif, tenteram dan tenang. Baginda Nabi bersabda:
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
Artinya, "Seorang Muslim adalah orang yang sanggup menjamin keselamatan orang-orang Muslim lainnya dari gangguan lisan dan tangannya," (HR Bukhari).
Jadikan Pekerjaan sebagai Jalan Ibadah Hadirin jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah Yang kedua adalah menjauhi hal-hal yang tidak bermanfaat. Ketika kita mampu menghindari aktivitas yang kurang berguna, kita akan memiliki kesadaran spiritual yang lebih tinggi.
Selain itu, kita juga akan menjadi pribadi yang lebih produktif dan peka terhadap lingkungan sekitar. Dengan menjadi pribadi yang produktif, secara tidak langsung kita juga memberikan manfaat bagi orang-orang di sekitar kita.
Kita tidak menyulitkan lingkungan, tidak menambah beban orang lain, dan secara umum membawa suasana yang lebih baik. Karena begitu besar manfaat dari meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat, Rasulullah Saw bersabda:
مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ
Artinya, "Di antara keindahan Islam seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tak bermanfaat," (HR Imam at-Tirmidzi).
Hadirin jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah
Yang ketiga adalah dengan berusaha menjadi pribadi yang bermanfaat. Cara untuk menjadi orang yang bermanfaat itu sangat beragam, karena pada dasarnya manfaat itu bergantung pada situasi dan kondisi yang kita hadapi. Misalnya, ketika kita berada di tengah keluarga, maka bentuk manfaat yang bisa kita berikan adalah nafkah yang halal, kesabaran dalam menghadapi dinamika rumah tangga, kebijaksanaan dalam mengambil keputusan, dan banyak hal lainnya.
Karena itulah, tidak mengherankan jika sahabat Jabir meriwayatkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang siapa manusia yang terbaik:
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
Artinya, "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia (lainnya)."