POSO, METROSULTENG.com-Masyarakat Tentena,, Kabupaten Poso Sulteng yang tergabung dalam Aliansi Penjaga Danau Poso menolak reklamasi, pengerukan danau Poso serta pembongkaran jembatan kayu danau Poso.
Aksi penolakan warga itu dilakukan melalui petisi yang akan ditembuskan kepada Dirjen Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Dalam petisi itu, aliansi menuliskan kata pengantar jika danau Poso adalah satu dari 10 danau Purba di dunia. Tapi, sejarah, kebudayaan dan ekosistem Danau Poso akan dirusak dan dihilangkan untuk kepentingan PLTA Sulewana .
PLTA Sulewana milik PT Poso Energy membutuhkan debit air lebih banyak untuk menjalankan turbin PLTA. Untuk kebutuhan itu, PT Poso Energy akan melakukan pengerukan sungai Danau Poso sepanjang 12,8 km, selebar 40 meter, sedalam 4 – 6 meter, dan mereklamasi wilayah Kompo Dongi puluhan hektar.
Aliansi juga meminta para aktifis dan maayatakat yang peduli lingkungan seluruh Indonesia, untuk membantu orang Poso menghentikan rencana tersebut, karena pengerukan dan reklamasi di wilayah sungai Danau Poso akan menyebabkan sejarah kebudayaan di Danau Poso dihilangkan.
Penghilanhan sejarah kebudayaan itu dilakukan diantaranya melalui pembongkaran jembatan Pamon yang merupakan satu-satunya simbol nilai mesale atau nilai kebudayaan gotong royong, nilai Sintuwu Maroso yang dimiliki oleh orang Pamona/Poso saat ini.
Jembatan Pamona memiliki sejarah tahun 1920-an, ratusan orang dari berbagai desa di seputaran Danau Poso bersatu, bersama-sama mengangkat kayu dari hutan , memancangkan tiang kayu di jembatan.
Orang-orang dari berbagai desa meninggalkan desa selama hampir satu tahun untuk bekerjasama, membagi pekerjaan setiap beberapa meter untuk membentuk jembatan . Orang-orang dari berbagai desa bekerja sama menyiapkan makanan dan minuman untuk para pekerja. Nilai Sintuwu Maroso-lah yang menyebabkan jembatan kayu pertama kalinya ini terbangun.
Maestro budaya Poso, Almarhum Yustinus Hokey dalam tulisamnya mengatakan “ Jembatan Pamona bukan sekedar jembatan penyeberangan. Jembatan Pamona adalah simbol nilai kebudayaan mesale yang masih dimiliki oleh orang Pamona.
Sekarang, Jembatan Pamona akan dibongkar , untuk kepentingan memudahkan lalu lalang kapal pengerukan PT Poso Energi mengeruk Danau Poso.
Reklamasi wilayah Kompo Dongi, hilangnya tradisi Mosango.
Kompo Dongi di wilayah hulu sungai Danau Poso merupakan tempat berlangsungnya tradisi kebudayaan Mosango sejak ratusan tahun lalu. Tradisi Mosango adalah tradisi menangkap ikan bersama ratusan orang dari berbagai desa, dengan menggunakan alat khusus bernama sango.
Tradisi Mosango memiliki nilai “motila ri ue” atau saling berbagi air, yang dilakukan bersama-sama para toposango ( sebutan bagi mereka yang mosango ) dengan kegembiraan. Kompo Dongi, akan direklamasi/ditimbun oleh PT Poso Energy untuk membuat taman sebagai ganti rugi dari pengerukan sungai Danau Poso untuk alasan lokasi wisata modern.
Penghilangan tradisi Wayamasapi.
Pengerukan sungai Danau Poso akan dilakukan di wilayah dilaksanakannya tradisi Wayamasapi, yaitu tradisi menangkap ikan melalui pagar yang terbuat dari bambu. Tradisi kebudayaan menangkap ikan ini sudah ada ratusan tahun lalu, memiliki filosofi kesederhanaan dan ketidaksempurnaan manusia di hadapan Pencipta alam, yang disimbolkan dengan angka ganjil pada ikatan bambu, angka ganjil pada jumlah pemilik Wayamasapi.
Para nelayan menyebutkan “Karena kesempurnaan ( angka genap ) hanya ada pada sang pencipta . Wayamasapi akan dibongkar oleh PT Poso Energy dengan alasan wilayah tersebut ada sedimentasi, sehingga debit air tidak mencukupi.
Biota perairan di sungai dan danau, keberagaman tumbuhan terganggu bahkan punah.
Danau Poso memiliki beragam ikan endemik, termasuk jenis ikan, siput, kerang endemik. Keragaman hayati dari sungai dan Danau Poso sebagai salah satu penunjang ekosistem kehidupan di dunia akan hilang. Pengerukan dan reklamasi akan menghilangkannya.
Sungai dan Danau Poso adalah sumber air minum, dan irigasi yang penting bagi ribuan orang di Poso.
Bagi ribuan masyarakat Poso, sungai dan Danau Poso adalah sumber penghidupan. Jika sungai Danau Poso dikeruk dan dibendung, akses air bersih hilang, sumber penghidupan akan musnah.
Dalam petisi itu, warga Poso minta bantuan tanda tangan masyarakat luas untuk mendesak Dirjen Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Bupati Poso, menghentikan rencana pembongkaran Jembatan Pamona dan renovasi dengan design PT Poso Energy serta menghentikan rencana pengerukan dan reklamasi di sungai Danau Poso.
Untuk melihat petisi tersebut bisa dibuka dilink: