METRO Sulteng – Setiap tahun masyarakat di wilayah Kabupaten Banggai, Banggai Kepulauan (Bangkep) dan Kabupaten Banggai Laut (Balut) Provinsi Sulawesi Tengah, melakukan upacara adat yang dikenal dengan Mombowa Tumpe dan Malabot Tumbe.
Mombowa Tumpe merupakan rangkaian ritual yang tidak bisa dipisahkan dengan Malabot Tumbe, dimana kedua rangkaian upacara tersebut melibatkan tiga daerah itu. Dan tradisi ini sudah dilaksanakan sejak ratusan tahun hingga saat ini.
Sebab tradisi ini memiliki makna mendalam sebagai bentuk rasa persaudaraan diantara tiga kabupaten tersebut yang lebih dikenal dengan Banggai Bersaudara.
Mombowa Tumpe merupakan ritual adat untuk menyerahkan telur Burung Maleo oleh masyarakat Adat Kecamatan Batui Kabupaten Banggai, kepada Tomundo (Raja) Kerajaan Banggai di Kabupaten Banggai Laut.
Sementara Molabot Tumbe adalah prosesi adat penerimaan atau penyambutan telur Maleo dari masyarakat Adat Batui.
Nah, pada tradisi ini ada sesosok orang yang telah berjasa selama puluhan tahun mengemban tugas sebagai pengantar telur Maleo ke Keraton Banggai di Banggai Laut.
Dari wawancara singkat Metro Sulteng, mendapatkan beberapa fakta menarik dari sosok Pembawa Tumpe (telur pertama) Burung Maleo. Dia adalah Jasrun Dani atau Lun Dani.
Lun Dani bersama rombongan memiliki peran mengantarkan telur Maleo dari pelabuhan Banggai Laut menuju Keraton Banggai dengan berjalan tanpa menggunakan alas kaki.
Sehingga tak heran, jika Lun Dani atau yang akrab disapa Om Lun selalu menjadi Maskot pada Festival Malabot Tumbe, dan tentunya wajah Om Lun dikenal di jagad maya karena ia kerap dijadikan bintang promosi Festival Malabot Tumbe dari tahun ke tahun.
Ayah dari 9 orang anak dan 6 orang cucu ini, kesehariannya merupakan seorang petani di Kecamatan Batui.
Sejak umur 15 tahun, Om Lun sudah menjadi pemandu atau orang yang berdiri digaris depan pengantaran telur Maleo.
Saat ini lebih dari 40 tahun berturut-turut, Jasrun Dani menjadi orang yang selalu berada di barisan terdepan pengantaran Tumpe (telur pertama) ke Keraton Kerajaan Banggai.
Pria berumur 76 tahun ini merupakan bagian dari Keramat Loa yang juga pendukung dari salah satu dakanyo yang ada di Batui.
Diusianya yang hampir mencapai 80-an, ia berharap agar para penerus bisa terus melestarikan adat yang telah dititip oleh para leluhur. *(Ec)