"Dan sekarang kami minta 5 juta saja 1 petak, tapi mereka (perusahaan) katakan tidak sepantasnya dibayar 5 juta dan menawarkan hanya 500 ribu rupiah. Masyarakat meminta ganti untung karena itu kan sudah bukan milik masyarakat tapi akan menjadi milik PLTA," jelasnya.
Selain itu, masyarakat Sulewana juga meminta ganti untung terkait kerusakan rumah akibat dampak aktivitas PLTA tersebut.
"Kalau mereka sudah bayar pasti kami akan pindah dan sekarang kami menderita karena ekonomi dan rumah yang retak," katanya.
Anehnya, Humas PLTA Poso Safri menyampaikan bahwa dampak tersebut bukan diakibatkan aktivitas PLTA, akan tetapi karena alam.
Namun masyarakat mengklaim sebelum kehadiran PLTA Poso, masyarakat Sulewana tidak pernah mengalami dampak lingkungan akibat alam. Oleh karena itu, mereka meminta pihak perusahaan dan pemerintah turut bertanggungjawab atas peristiwa itu.
Baca Juga: Da’i Polri di Poso Rutin Silaturahmi ke Tokoh Masyarakat
"Kami juga bersedia untuk dilakukan relokasi jika ada ganti untung dari pihak perusahaan. Karena kalau masih tetap tinggal di lokasi akan terdampak lagi meskipun dilakukan renovasi," jelasnya.
Sementara itu, mewakili perempuan yang terdampak, Malvin Baduge menyampaikan mereka sudah melakukan berbagai upaya seperti aksi damai di PLTA, melaporkan kasus dampak ini ke pihak Komnas RI.
"Kami juga sudah melaporkan ke pemerintah daerah, DPRD, Dinas Lingkungan Hidup, namun belum juga mendapatkan respon yang baik agar masalah kami ini selesai," tegasnya.
Baca Juga: Rabies di Poso: Ancaman Nyata yang Harus Dihentikan
Kehidupan perempuan saat ini juga tertindas dengan adanya kehadiran PLTA, terutama dampak terhadap air bersih.
"Dampak air sungai tidak bisa lagi di konsumsi, tidak bisa dipakai mandi dan mencuci," terangnya.
Dia berharap agar pemerintah memberikan solusi atas dampak yang terjadi saat ini. (*)