sosial-budaya

Kelompok Tani Sukena Ungkap Kepemilikan Lahannya di Area Perkebunan Sawit PT ANA

Sabtu, 14 Desember 2024 | 18:27 WIB
H.Awaluddin, Ketua kelompok Tani Sukena, Ungkap sejarah kepemilikan lahan di area kebun sawit PT.ANA (Foto: Rudy)

METRO SULTENG-Haji Awaluddin selaku ketua kelompok tani Sukena yang memiliki lahan kurang lebih 200 Hektar yang telah ditumbuhi tanaman kelapa sawit milik PT ANA, angkat bicara terkait lahannya yang telah dikuasai oleh perusahaan.

Menurut H Awaluddin, awalnya pada tahun 1996 dia bersama kelompoknya membuka lahan di Desa Tompira dan Desa Bungintimbe di Kecamatan Petasia Timur, Kabupaten Morowali Utara.

Baca Juga: Intip Menariknya SMA Taruna Nusantara Cimahi dan Malang yang Dibangun Prabowo saat Menhan

"Pada tahun 1996 sampai tahun 2005, kita tiga kali menanam cacao, namun dalam pertumbuhan cacao sudah mencapai umur sekitar 8 bulan dan sudah bertangkai, setiap musim hujan, dan banjir pada bulan Maret, sementara puncak banjir pada bulan April dan Bulan Mei, tanaman cacao petani tergenang banjir sekian bulan lamanya, sehingga tanaman cacao yang menjadi harapan petani musnah akibat tergenang banjir Sungai Laa,: tutur H. Awaluddin saat ditemui di kediaman kerabatnya di Desa Tompira, Sabtu (14/12).

Lebih jauh dikatakan H. Awa (nama sapaan), meski begitu petani tidak putus asa, sekitar tahun tahun 1999-2010 petani kembali menanam cacao, pada tahun 2005.

Baca Juga: Kabel Yang Melorot di Desa Bungintimbe Sudah ditangani PLN, Arus Lalulintas Kembali Normal

"Ada solusi kita diberikan Pemda Morowali saat itu melalu dinas pendapatan untuk mengurus SPPT atau pajak tanah, agar hak kami dilahan tersebut lebih jelas kepemilikannya." tandasnya menambahkan.

Namun penjelasan dari dinas pendapatan, bahwa semestinya disarankan bayar pajak setelah ada hasil dan bangunan didalamnya, namun demikian karena petani pemilik lahan sudah menghabiskan biaya penanaman cacao tetapi gagal akibat banjir.

Maka dirinya mengambil kesimpulan, pada tahun 2005 ia mengurus penerbitan SPPT dengan objek lahan kurang lebih 200 hektar, saat itu masih ditangani oleh Pemda Poso.

Sambung H. Awa, pada tahun 2006 PT ANA mulai masuk melakukan land clearing lahan di wilayah 7 desa, sementara PT ANA mulai menanam pada tahun 2007.

"Sedangkan SPPT kami terbit pada tahun 2005, SK pengelolaan lahan kami mulai terbit pada tahun 1996-1997, namun muncul penertiban SKPT-SKT pada tahun 2008".

Baca Juga: Dana 277 Miliar Buat Timnas Cair Januari 2025, PSSI: Dukungan Penuh Presiden Prabowo

"Saat PT ANA mulai menanam sawit pada tahun 2007-2008 termasuk dilahan kami, kami ikut memasang papan plat yang bertuliskan milik kelompok tani CV. Sukena dilahan yang ditanami sawit sebagai tanda lahan kami,"
lanjut dikatakan H. Awa, setelah sawit ditanam, kami dijanji istilah 80:20, kemudian ada juga istilah pembagian plasma 60:40, namun sampai sekarang pembagian hasil plasma dan kebun inti tersebut tidak ada sampai sekarang.

"Menurut PT ANA saat itu, bahwa pembagian bagi hasil 80:20, PT ANA 80 dan masyarakat petani 20, kalau 60:40, hasil buah perusahaan ambil 60 persen dan petani ambil 40 persen, tetapi sampai saat ini kejelasan pembagian hasil tersebut tidak pernah ada, meski begitu menurut pihak perusahaan, katanya 5 sampai 10 tahun baru bisa lunas kreditnya lahan petani, jika sudah lunas baru petani mengambil kembali lahannya," tutur H. Awa dengan nada heran.

"Janji janji pembagian 60:40 saat itu dilontarkan oleh oknum oknum wajah lama di PT ANA yang sekarang ini sudah tidak lagi berada atau bekerja di PT ANA, sehingga terjadi kesimpangsiuran yang tidak jelas bagi petani pemilik lahan," tutupnya.***

Halaman:

Tags

Terkini