sosial-budaya

JATAM Sulteng: Aktivitas PETI di Poboya Mengancam Sumber Air Warga Palu

Sabtu, 12 Oktober 2024 | 10:20 WIB
Aktivitas tromol di sekitaran lokasi penambangan emas di Poboya, Kota Palu, Sulteng.

METRO SULTENG - Perlunya perhatian dari semua pihak untuk melindungi hak ekonomi dan sosial (Ekosob) masyarakat Kota Palu, sangat mendesak guna menjaga keamanan mereka dari praktik pertambangan tanpa izin (PETI).

Moh. Tauhid, selaku Kepala Departemen Pengembangan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulteng, dalam siaran persnya Jum'at (11/10/2024), menekankan bahwa Ekosob yang mencakup hak atas kondisi sosial dan ekonomi yang layak, termasuk pekerjaan, jaminan sosial, kesehatan, pendidikan, pangan, air bersih, perumahan, lingkungan yang sehat, dan budaya, perlu dilindungi.

Tauhid menjelaskan, sejumlah alasan untuk melindungi masyarakat yang terpengaruh oleh aktivitas PETI, terutama warga Kota Palu. Ia mencatat, praktik penambangan ilegal telah berlangsung lama dan menggunakan bahan berbahaya seperti merkuri dan sianida.

Baca Juga: Proyek PT SMS Rp150 M yang Disoroti Publik karena Terlambat, Ternyata Sudah di-Addendum BWSS III sejak September

Hal ini mengancam kualitas air minum warga, terutama yang bergantung pada PDAM yang bersumber dari pegunungan Poboya.

Menurutnya, PETI merupakan tindakan melanggar hukum dan membiarkan aktivitas tersebut dapat menciptakan perilaku masyarakat yang tidak patuh pada hukum.

“Kegiatan PETI yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu dengan menggunakan alat berat seperti ekskavator dan bahan kimia beracun adalah tindak pidana yang membahayakan keselamatan masyarakat Kota Palu,” ujarnya.

Ia juga menggarisbawahi, metode penambangan yang dilakukan dengan melubangi tanah dan membuat terowongan sangat berisiko, karena rentan terhadap longsor.

Baca Juga: Musyawarah Umum Koperasi Maju Bersama di Bungintimbe Bakal Memilih Ketua dan Pengurus Baru, Berikut Agendanya

Contohnya adalah bencana longsor beberapa bulan lalu di Poso Tambarana yang disebabkan oleh PETI, yang mengakibatkan kematian dan menunjukkan kelalaian negara tanpa adanya pertanggungjawaban atas kejadian tersebut.

Melihat fakta-fakta tersebut, JATAM Sulteng mengajak Komnas HAM untuk mendesak Polres Palu atau Polda Sulteng menertibkan PETI yang masih beroperasi di Poboya serta beberapa lokasi di Kecamatan Mantikulore.

Perlindungan terhadap hak ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat, termasuk kesehatan dan perlindungan dari bahaya merkuri dan sianida, sangat penting dan mendesak. Pembiaran terhadap praktik penambangan tanpa izin jelas melanggar hak asasi manusia.

Baca Juga: Kajati Sulteng Sambangi Cabjari Tinombo dalam Kunkernya

Tauhid menambahkan, meskipun ada individu yang melakukan penambangan ilegal, Komnas HAM harus menekan pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja yang sah dan berkontribusi pada pendapatan daerah, karena PETI tidak memberikan sumbangsih yang sah kepada pemerintah.

“Kami mendesak aparat untuk segera menertibkan PETI, dan Komnas HAM harus segera merumuskan peta jalan untuk mengatasi dampak negatif dari merkuri dan sianida akibat PETI. Kami juga mengajak warga Kota Palu untuk bersama-sama melakukan protes kepada institusi kepolisian demi melindungi mereka dari ancaman merkuri dan sianida yang mengancam kelangsungan hidup warga Kota Palu,” tutup Tauhid. (*)

Halaman:

Tags

Terkini