sosial-budaya

The Role Whisperer and The Tactics of Abu Nawas

Sabtu, 4 November 2023 | 08:44 WIB
Benyamin M Tahir.

Tujuannya untuk mencapai misi terselubungnya. Akibatnya, antara ‘kebenaran’ dan ‘pembenaran’ pun berada dalam ruang yang sama, sehingga menjadi sulit untuk dipisahkan dan dibedakan satu dengan yang lainnya.

Sesungguhnya, patut diwaspadai tentang keberadaan mereka di sisi pengambil kebijakan tersebut. Apa kira-kira motivasi dan tujuannya? Apakah mereka yang berada di sekeliling lingkaran itu termasuk para pemimpin yang jujur, benar-benar-kah mereka tulus mengawal, mendampingi, melindungi dan menjaga Ketua Utama, lewat niat dan langkah positif untuk mengharumkan Ketua Utama yang mengemban amanah tersebut.

Dengan mencermati lahirnya kebijakan SK Pengurus IKAAL, tentu ada pihak pihak tertentu di lingkar Ketua Utama yang menjadi penentunya. Mereka mempunyai agenda untuk kepentingannya sendiri atau kelompoknya, tetapi menggunakan orang yang sedang berkuasa sebagai instrument untuk mencapai tujuan dan misinya.

Fenomena tersebut mengingatkan kita pada sebuah cerita masa lalu, yang sarat dengan hikmat dan pelajaran berharga. Alkisah Khalifah Harun Al Rasyid yang terkenal sebagai pemimpin yang adil dan bijaksana.

Tetapi pada masa pemerintahannya, banyak juga para pejabat di lingkungan istananya yang menjadi penjilat dan menyalahgunakan kekuasannya. Mereka belum merasa puas dengan gaji tinggi yang diterimanya.

Dengan segala daya, mereka berusaha mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya, halal atau pun haram tidak masalah, yang penting bisa mempertebal pundi pundinya. Uang negara digerogoti sedikit demi sedikit, sehingga rakyat tidak kebagian apa-apa.

Baca Juga: Pahlawankah Habib Idrus Bin Salim Bin Alwi Al-Djufrie? Bukti Dukungan Dialektik Beberapa Kalangan

Suatu ketika, Khalifah sedang mengadakan pertemuan dengan para menteri dan beberapa pejabat terasnya. Tiba-tiba sang Khalifah mendapatkan laporan, jika Abu Nawas (tokoh yang terkenal lucu namun bijaksana) akan datang ke istana. Mendengar berita itu, Khalifah tampak gembira. Karena memang dia sudah lama menunggu kedatangannnya.

Saat Abu Nawas pun datang. Khalifah lantas menjemputnya sendiri ke pintu gerbang istananya.

’Masih tetapkah pendirianmu, bahwa engkau bisa mengatasi kesulitan negara kita ini?’’ tanya Khalifah kepada Abu Nawas yang menjadi tamu agungnya. ‘’Ya,’’ jawab Abu Nawas tegas.

‘’Berani engkau menerima hukuman mati jika gagal menjalankan tugas negara?’’ ‘’Tentu saja, karena pantang bagi saya menelan ludah kembali,’’ ujar Abu Nawas meyakinkan sang Khalifah yang dikaguminya.

Kemudian para dayang diperintahkan untuk menukar pakaian Abu Nawas yang sudah usang dan bau, diganti dengan pakaian kebesaran ala istana. Setelah berganti pakaian, barulah dia diizinkan hadir dalam persidangan para menteri dan pejabat teras istana.

Ketika Abunawas muncul dengan pakaian bersih dan baru, Sultan heran dengan penampilannya. Pasalnya, meskipun ia berpakaian bagus sesuai standar istana tetapi peci yang dipakainya masih tetap peci yang buruk dan tidak karuan warnanya.

"Mengapa pecimu tidak kau tukar Abu Nawas?" Khalifah bertanya.

‘’Maaf, ini peci wasiat yang mulia. Dari peci ini kita semua bisa melihat bayangan surga di dalamnya,’’ jawabnya. ‘’Betulkah itu? Awas kalau kau bohong,’’ hardik Khalifah dengan penuh keheranan dibenaknya.

Halaman:

Tags

Terkini