Di tempat yang sama Hajir menuturkan bahwa nenek mereka sampai ke bapaknya menggunakan Lalove sebagai komunikasi penting yang bernilai sakral untuk menghormati alam.
“Saat kami berada di ladang pertanian, kami tidak boleh berbicara dengan bahasa sehari hari, walaupun dengan bahasa asli suku Unde, jika itu dilakukan maka dengan sendirinya panen akan kurang maksimal, dan bahkan gagal. Kami hanya boleh meniup lalove sebagai ungkapkan kesyukuran dan kekaguman kami pada Padi yang tumbuh berbulir bagus,” tuturnya.
Baca Juga: KPPD PAN Tojo Una Una Dorong Calegnya Menang Disemua Dapil
Selain itu, menurut Aulia (73) salah satu asisten pelatih mengatakan saat ini hasil pertanian mereka tidak seperti dulu lagi. Ia mengungkapkan hingga hari ini pertanian di ladang sudah jarang melakukan tradisi tua ini, dan pegunungan sepi dari bunyi lalove.
“Sudah kurang bagus hasil padi kami sekarang ini bahkan sering gagal karena banyak hama dan kami rugi waktu serta tenaga, dengan adanya pelatihan ini kami merasa ada sesuatu yang hilang dari tradisi kami dulu, salah satunya instrumen lalove ini tidak lagi jadi bagian dari kehidupan petani, dahulu setiap.masuk musim panen, seluruh ladang berbunyi bahkan hingga malam hari,” ujarnya.
Ia menambahkan, selaku penerus tradisi, Aulia berterimakasih pada pemerintah yang sudah memberikan kesempatan dan mengingatkan mereka akan pentingnya menghidupkan kembali budaya luhur ini.
Baca Juga: Inilah Jam Tangan Omega Seamaster Aqua Terra GMT Versi Emas Merah, Baja Tahan Karat
“Dari pelatihan ini kami akan melatih murid SMP dan SD di Povelua agar lalove dari hidung jadi instrument musik andalan mereka dan bagi generasi Povelua bangga dan bisa mewariskan budayanya. Kami akan berusaha mengajarkan anak kami sampai bisa memainkan dan membuat agar kelak mereka melanjutkan tradisi kami, sebab berhubungan erat dengan sumber hidup kami di ladang, selain itu lalove ini juga dapat mengobati perasaan orang yang sakit, dan banyak lagu atau sayair yang dapat dimainkan dan syairnyapun berceritra tentang masalalu yang romantis, bahkan sakral,” ungkapnya.
Salah satu peserta menyatakan mereka terharu setelah pelatihan ini mereka merasa percaya diri dan bangga bahwa memiliki kebudayan yang mungkin satu satunya di dunia.***WAR