METRO SULTENG - Di sepanjang tahun 2023 hingga awal tahun 2024, kita mendengar berita terjadinya ledakan smelter nikel ataupun kecelakaan kerja di daerah pertambangan di Morowali dan Morowali Utara, Provinsi Sulawesi Tengah.
Bukan hanya sekadar ledakan ataupun kecelakaan biasa, naasnya kejadian-kejadian berulang ini juga telah menelan korban khususnya korban dari para pekerja di smelter nikel tersebut.
Menanggapi hal tersebut Ketua Lembaga Kajian Energi dan Sumber Daya Alam Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP PMKRI) Kilianus Paliling, dalam keterangannya usai melakukan kajian di Margasiswa Pusat PMKRI menyampaikan bahwa Kejadian-kejadian tersebut terus-menerus terjadi secara berulang sembari membeberkan data.
"Kejadian ini terus menerus terulang. Pada September 2023 terjadi kebakaran Tungku smelter di PT Gunbuster Nickel Industry (GNI), pada 27 April 2023 insiden ini terjadi pada dumping milik PT Indonesia Guang Ching Nickel and Stainless Industry, salah satu tenant IMIP yang merenggut 2 nyawa. Lalu, hingga kejadian naas yg menggemparkan pada 24 Desember 2023 dimana Pabrik Smelter PT. ITSS meledak dan membakar 59 pekerja yang menyebabkan 19 diantaranya meninggal dunia, dan kejadian terbaru di awal tahun 2024 Tungku Smelter Nikel PT SIM Morowali Terbakar menyebabkan 2 Pekerja harus Dibawa ke RS." Papar Kili Minggu (21/01/24)
Baca Juga: Tunggakan Pajak Pengusaha Tambang di Morowali Bukan Rp 1,2 Triliun, Berikut Penjalasan KPP Poso
Ia menerangkan bahwa kejadian kecelakaan di areal smelter ini telah menelan banyak korban namun tak kunjung di tangani secara serius oleh pemerintah, serta pekerja kerap dituduh sebagai pelaku terjadinya kecelakaan kerja.
"Kejadian demi kejadian di areal smelter Investasi dan Proyek Strategis Nasional yang telah banyak menelan korban anak bangsa terus saja berulang, namun tak pernah disikapi serius oleh pemerintah secara menyeluruh, bahkan cenderung pekerja yang nota bene adalah anak bangsa inilah yang kerap di tuduh sebagai pelaku terjadinya Insiden kecelakaan di industri," tandasnya
Kili yang juga putera daerah Morowali ini pun menduga bahwa kejadian kecelakaan kerja yang berulang kali terjadi, disebabkan karena tidak efektifnya penerapan dan pengawasan K3 di industri smelter nikel di Morowali.
"Padahal jika ditelisik lebih dalam kuat, dugaan bahwa kejadian- kejadian tersebut tidak lain disebabkan karena lemahnya penerapan dan penegakan Prosedur Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) pada Industri Nikel di areal Tersebut. Hal ini sejalan juga dengan apa yang disuarakan oleh pekerja ataupun serikat pekerja di areal Smelter Morowali dan Morowali Utara bahwa standart K3 DI beberapa perusahaan tersebut sangat rendah." Ujar Kili Paliling.
.
Ia menerangkan bahwa hak-hak pekerja mengenai kesehatan dan keselamatan kerja telah di jamin dalam undang-undang.
"Undang-undang K3 yang menuntut agar hak-hak pekerja mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja diterapkan secara konsekuen dalam setiap proses pekerjaan Industri, sehingga tidak boleh lagi ada industri yang tidak menerapkan K3 secara efektif." Cetus Kili.
.
Ketua Lembaga ESDA PP PMKRI itu kemudian meminta pemerintah baik di tingkatan pusat maupun daerah untuk belajar dari kasus-kasus kecelakaan kerja yang telah terjadi, dan meminta agar Pemerintah secara tegas menindak dan mengevaluasi smelter-smelter di Morowali yang tidak menjalankan K3 secara benar dan efektif.
"Oleh karena itu kita meminta kepada Pemerintah baik di tingkatan pusat maupun daerah agar dapat belajar dari kasus-kasus yang terjadi dan melakukan langkah-langkah tegas dengan mengevaluasi dan mendindak smelter-smelter yang tidak menerapkan K3 dengan benar dan efektif," kata Kili lewat tulisannya yang dilayangkan kepada media ini.
"Intinya bahwa Investasi adalah untuk Kesejahteraan Rakyat bukan malah sebaliknya, karena 1 nyawa anak bangsa lebih penting dari pada investasi atau perusahaan yang tidak mengutamakan kesehatan dan keselamatan kerja yang sangat vital fungsinya," tutup Kili dalam keterangan persnya kepada Metrosulteng. ***